Jakarta (ANTARA) - Rumah dengan konsep berkelanjutan adalah rumah yang hemat energi, sehat untuk lingkungan, menghargai lingkungan sekitar dan nyaman untuk kehidupan berkeluarga, jelas arsitek Mande Austriono.

Dalam bincang-bincang daring Beko Indonesia, Selasa, Mande menjelaskan tiga prinsip yang terkait dengan rumah berkelanjutan.

"Ada unsur sosialnya, ada yang berhubungan dengan lingkungan dan ada yang berhubungan juga dengan ekonomi," kata Mande, pemilik studio kreatif berbasis arsitektur DFORM.

Setiap rumah yang berkelanjutan itu adalah rumah yang dirancang untuk memiliki elemen keamanan agar meningkatkan rasa aman bagi penghuni. Rumah berkelanjutan memberikan fleksibilitas dan kenyamanan bagi orang-orang dari berbagai kemampuan dan pada tahap kehidupan berbeda.

Dia mencontohkan, ketika berada di lingkungan yang akrab dengan para tetangga, sebaiknya penghuni punya hunian yang memungkinkan untuk bisa bersosialisasi, seperti jendela yang terbuka.

"Jadi rumah yang berkelanjutan dalam hubungan sosialnya adalah bagaimana caranya rumah kita itu 'hidup' dalam masyarakat. Rumah kita enggak tertutup, kita dengan tetangga itu bisa dibilang bisa akrab dengan rumah tersebut," papar dia.

Baca juga: Mengenal "slow decorating", tren dekorasi rumah yang berkelanjutan

Baca juga: Tetap trendi dengan produk berkelanjutan yang ramah lingkungan


Poin lain dari rumah berkelanjutan adalah bagaimana rumah dirancang untuk mengurangi emisi gas, efek rumah kaca, menghemat air dan energi, serta mengurangi limbah konstruksi dan masa pakai rumah. Rumah yang berkelanjutan dibangun agar bisa bersahabat dengan alam, tidak merusak lingkungan.

Poin selanjutnya adalah ekonomi, bagaimana menghemat uang selama konstruksi dan sepanjang rumah masih berdiri. Dalam hal ini, seseorang harus cermat dalam merencanakan dan mengatur keuangan saat membangun rumah.

Rencana yang matang dapat meminimalkan adanya renovasi di masa mendatang yang justru memakan lebih banyak uang. Pikirkan secara cermat dan matang agar konsep yang diinginkan sesuai dengan kebutuhan di masa mendatang.

"Hindari kebutuhan untuk renovasi besar di masa depan. Pikirkan betul-betul, jangan sampai salah ketika merancang rumah," katanya.

Menerapkan rumah berkelanjutan bukan sekedar tentang pemilihan bahan atau perangkat rumah tangga, tapi juga kesadaran yang tercermin dari aktivitas para penghuninya. Mande juga membagikan beberapa langkah mudah untuk memulai penerapan rumah berkelanjutan.

Memanfaatkan sinar matahari adalah langkah pertama. Sebagai sumber daya alam yang memiliki banyak manfaat, mengorientasikan rumah agar mendapat cahaya matahari dengan maksimal memiliki sejumlah manfaat.

Pemanfaatan cahaya matahari dapat meminimalkan penggunaan lampu di siang hari dan tentunya hemat energi. Selain itu, paparan sinar matahari juga membantu membunuh virus dan bakteri yang ada di sekitar rumah.

Kemudian, ruang modular. Konsep modular dalam desain ruang dilakukan dengan memanfaatkan sebuah perangkat untuk beberapa fungsi sekaligus. Misalnya menjadikan ranjang sekaligus sebagai lemari.

Selain dapat memaksimalkan ruang yang terbatas, penerapan konsep ini juga membutuhkan bahan konstruksi yang minimal. Ini tentu bermanfaat bagi lingkungan sebagai sumber material.

Lalu, bijak memilah sampah. Meski terlihat sederhana, faktanya memilah dan mengolah sampah dari rumah memiliki dampak yang signifikan pada lingkungan.

Data Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), tahun 2021, sebanyak 42,3 persen sampah di Indonesia berasal dari aktivitas rumah tangga dan 55,5 persen nya adalah sampah sisa makanan, sampah plastik serta sampah kertas atau karton. Membiasakan diri memilah sampah, dan mengurangi sampah makanan menjadi langkah yang perlu segera dilakukan. Penting juga menggunakan perangkat rumah tangga yang hemat energi.

Baca juga: Program pembangunan rumah vertikal harus berkelanjutan

Baca juga: Tranindo hadirkan dapur modern lewat BLANCO, Hansgrohe & CGS Sink


Tips

Mande memberikan empat kiat untuk orang yang ingin memiliki rumah berkelanjutan.

Pertama, berpikir matang untuk masa depan. Dari pengalamannya sebagai arsitek, tak jarang ada klien yang masih tak tahu apa yang diinginkan.

Ada yang tergiur dengan desain-desain rumah cantik dan menarik, namun tak memahami apakah rumah seperti itu memang cocok untuk mereka. Mande menyarankan untuk memahami betul hunian seperti apa yang dibutuhkan sesuai kondisi masing-masing.

"Apakah penghuninya akan bertambah? Apakah rumahnya akan segera pindah? Pikirkan betul-betul."

Kedua, perhatikan anggaran. Ini adalah faktor krusial karena tak jarang anggaran yang ada tak sebanding dengan keinginan.

Siapkan anggaran sesuai kemampuan masing-masing. Dia menyarankan untuk membuat tiga anggaran, yakni dana untuk arsitektur membangun rumah, dana interior untuk melengkapi rumah serta dana untuk membeli perlengkapan rumah tangga sebagai pelengkap interior.

Tak jarang orang menyangka hanya perlu menganggarkan dana untuk urusan arsitektur. Soal perabot, mereka hanya mengandalkan barang-barang dari rumah sebelumnya. Sebetulnya sah-sah saja, tapi mungkin hasilnya tidak sebaik bila Anda sudah menyisihkan dana untuk perabot sesuai interior rumah baru.

Bicarakan secara detail dengan arsitek atau desainer interior soal anggaran, bila perlu berkonsultasilah untuk mengatur urusan anggaran dan pembagiannya agar hasilnya maksimal.

Ketiga, ubah pola pikir. Cobalah menyesuaikan desain dengan anggaran, bukan sebaliknya. Jika memaksakan membuat hunian dengan desain tertentu dengan anggaran seadanya, hasilnya belum tentu maksimal dan memuaskan.

Mungkin Anda dapat rumah dengan desain yang diinginkan, tapi bagian interior dan perabotannya bisa jadi tak sesuai keinginan karena anggaran sudah terkuras duluan.

Keempat, secukupnya alias tak perlu berlebihan. Ini, ujar Mande, kata kunci yang penting. Dengan membuat hunian yang secukupnya untuk setiap orang, maka tak perlu latah meniru rumah orang lain yang kebutuhannya tak sama dengan Anda.

Jika aktivitas sehari-hari bisa dilakukan di hunian yang ukurannya sedang, tak perlu memaksakan ingin rumah yang sangat luas. "Hidup cukup sangat membantu dalam merencanakan rumah berkelanjutan."

Apakah rumah berkelanjutan harus bergaya minimalis? Gaya sebuah rumah tidak menentukan apakah hunian itu termasuk rumah berkelanjutan. Mande menganalogikan rumah sebagai sebuah kanvas, apa yang digambar di sana disesuaikan dengan selera pelukisnya.

Sama halnya dengan rumah. Pemilik punya kuasa untuk membangun rumah sesuai seleranya, entah itu klasik atau modern dan minimalis.

"Yang penting rumah efektif dan efisien, gaya nomor dua," katanya.

Apakah memungkinkan untuk membuat rumah berkelanjutan saat sudah terlanjur punya hunian? Mande menjawab, tentu saja. Sebab, semuanya dimulai dari keinginan seseorang. Jika Anda sudah punya rumah, cobalah mengubah dari area yang paling sering dipakai untuk beraktivitas.

Ruang keluarga relatif lebih mudah untuk diubah, sebab desainnya lebih fleksibel dibandingkan kamar tidur yang umumnya punya ukuran tertentu karena sudah punya perabot "wajib" seperti ranjang dan lemari pakaian.

"Kalau sudah berpikir mau buat rumah berkelanjutan, sarannya dari ruang keluarga. Bisa didiskusikan dengan anggota keluarga lain mau bagaimana," katanya.

Baca juga: Mengenal nat keramik dan fungsinya untuk estetika hunian

Baca juga: Aquaproof berkolaborasi dengan Kreaby hadirkan kreasi unik

Baca juga: Dekoruma ajak masyarakat wujudkan rumah impian secara bertahap


 

Pewarta: Nanien Yuniar
Editor: Alviansyah Pasaribu
COPYRIGHT © ANTARA 2022