Washington DC (ANTARA News) - Media-media massa di Amerika Serikat (AS) umumnya lebih bijak dalam menggunakan kebebasan persnya dibanding media di Eropa berkaitan dengan pemberitaan tentang kartun Nabi Muhammad yang kini mengundang protes umat Islam. "Sejauh ini saya cukup menghargai media-media di Amerika yang menilai bahwa penayangan gambar tersebut bukan hal yang mendesak dalam pemberitaan mereka," kata juru bicara Council on American-Islamic Relationship (CAIR) Ibrahim Hooper kepada ANTARA di Washington DC, Sabtu. Hal tersebut, kata Hooper, berbeda dengan kecenderungan media di Eropa yang umumnya merasa penayangan kembali kartun itu perlu untuk mendukung pemberitaan mereka dan memakai kebebasan pers sebagai pembenaran. Menurut Hooper, media massa AS umumnya sudah cukup mengerti mengenai masyarakat Islam. Oleh sebab itu mereka menahan diri untuk tidak menayangkan kartun yang bisa menyinggung perasaan tersebut. "Hubungan kami dengan media-media massa di Amerika juga cukup dekat," katanya. Berdasarkan pengamatan CAIR, hanya satu surat kabar besar di AS yang menerbitkan kembali kartun dari surat kabar Denmark tersebut. "Hanya surat kabar The Philadhelpia Inquirer yang menerbitkan kembali kartun ini. Selebihnya hanya beberapa surat kabar kecil yang dikelola mahasiswa," katanya. Jaringan televisi kabel CNN juga termasuk media AS yang memutuskan untuk tidak memperlihatkan kartun tersebut, meskipun cukup gencar memberitakan seputar unjuk rasa Muslim di seluruh dunia. Sementara itu mengenai Indonesia, Hooper mengaku tidak terlalu mengikuti perkembangan terbaru berkaitan dengan penerbitan kartun kontroversial tersebut. Namun Hooper yakin sebagai negara muslim terbesar di dunia, Pemerintah, masyarakat dan juga kalangan media massa di Indonesia dapat menangani isu tersebut secara bijak. Sebelumnya Sekjen PBB Kofi Annan juga menyatakan keprihatiannya karena ditengah protes umat Muslim, masih ada sejumlah media massa yang kembali menerbitkan kartun tersebut. Menurut Annan, meskipun ada kebebasan pers namun penerbitan kembali kartun tersebut hanya akan lebih memanaskan situasi.(*)

Editor: Ruslan Burhani
COPYRIGHT © ANTARA 2006