Banda Aceh (ANTARA News) - Gerakan Aceh Merdeka (GAM) mendukung apa pun bentuk Rancangan Undang-undang Pemerintahan di Aceh (RUUPA) yang sedang dibahas di DPR RI sesuai dengan nota kesepahaman (MoU) damai di antara Pemerintah RI dengan GAM pada 15 Agustus 2005, kata Juru Bicara Komite Peralihan Aceh (KPA) Sofyan Daud. "Hingga saat ini, kami belum mengambil sikap, tetapi kami harapkan kepada pemerintah, apa pun bentuk yang dihasilkan sesuai MoU harus didukung," ujarnya di Banda Aceh, Senin. Masyarakat Aceh ada pula yang mengenal RUUPA dengan sebutan RUUPPA (Rancangan Undang-Undang Penyelenggaraan Pemerintah di Aceh). Menurut dia, tidak akan mungkin terjadi pemangkasan terhadap poin-poin tertentu dalam RUUPPA, karena sebelum perjanjian perdamaian itu berlanjut semua pihak telah membuat suatu agenda tersendiri terhadap RUUPA. "RUUPA itu bukan diubah, tetapi berubah. Jika MoU ini sukses, maka undang-undang itu berubah dengan sendirinya," katanya. Pihak GAM hingga kini tidak memberikan ultimatum apa pun terhadap RUUPA, menurut Sofyan, karena saat ini pihaknya hanya memikirkan cara penyelesaian masalah menyangkut RUUPA baik secara diplomasi atau politik. "Sekarang ini semua tergantung pada rakyat Aceh, pemerintah harus menunjukkan diri apakah ikhlas atau tidak dalam perundingan ini," tambahnya. Sementara itu, Presidium Sentral Informasi Rakyat Aceh (SIRA), M. Nazar SAg, menyatakan bahwa apabila pemerintah tetap bersikeras terhadap RUUPA yang telah direduksi, maka dalam hal ini pemerintah memaksa rakyat Aceh untuk menentukan sikap. "Kita telah sepakat dalam MoU bahwa Pemerintah RI tetap eksis di Aceh, artinya dalam kewenangan seperti yang terdapat di MoU pemerintah Aceh berwenang penuh menjalankan sistem pemerintahannya," kata Nazar. Dia juga berpendapat, lex spesialis (hukum khusus) bukan berarti akan memerdekakan Aceh, justru dalam bentuk desentralisasi akan terjadi integrasi yang riil. "Jadi, masyarakat Indonesia yang non-Aceh jangan merasa takut. Aceh bukan ingin memerdekakan diri, tetapi ingin menjadikan integrasi yang sebenarnya melalui sistem desentralisasi," katanya. Ditambahkannya, SIRA juga ikut melakukan pengawasan dan pengawalan yang ketat terhadap proses pembentukan RUUPA karena RUUPA itu merupakan langkah awal dari perdamaian di Aceh ke depan. "Masalah kedamaian Aceh ke depan bukan hanya mengenai pemusnahan senjata atau pun penarikan pasukan TNI/Polri non-organik saja," demikian Nazar. (*)

Editor: Priyambodo RH
COPYRIGHT © ANTARA 2006