Jakarta (ANTARA) - Anggota DPR RI Nur Nadlifah menegaskan komitmennya untuk tetap menyuarakan vaksin halal di Tanah Air.

Dalam keterangan tertulis di Jakarta, Sabtu, Nadlifah mengatakan semua aspirasi umat Islam tentang vaksinasi sudah disampaikan dan ditanyakan kepada Menteri Kesehatan (Menkes) Budi Gunadi Sadikin dalam Rapat Panitia Kerja (Panja) Vaksinasi.

“Semua, kami tanyakan ke Menkes. Mulai dari desakan prioritas vaksin halal, stok vaksin hingga biaya importasi vaksin,” katanya.

Baca juga: 157,57 juta warga Indonesia sudah disuntik dua dosis vaksin COVID-19

Anggota Panja Pengawasan Vaksin COVID-19 itu mengungkapkan jawaban Menkes masih sangat normatif dan hingga kini belum ada jawaban yang memuaskan atas pertanyaan tersebut.

Anggota Komisi IX DPR RI itu menegaskan dirinya juga menanyakan perihal penggunaan vaksin Sinovac yang sudah mendapatkan Fatwa Halal MUI, mengapa hanya digunakan untuk anak-anak usia 6 – 11 tahun.

Padahal, kata dia, BPOM sudah memberikan izin penggunaan booster Sinovac bagi mereka yang memang sudah menggunakan Sinovac sebagai vaksin primer.

Baca juga: Stok vaksin penguat Pfizer dan Moderna di Bekasi kosong

“Soal booster Sinovac juga ditanyakan. Mengapa jenis ini tidak dipakai untuk orang dewasa yang dulu menggunakan Sinovac sebagai vaksin primer,” ungkapnya.

Sementara itu Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta pada Selasa (22/3) mulai menyidangkan perkara gugatan yang diajukan Yayasan Konsumen Muslim Indonesia (YKMI) atas keluarnya Surat Edaran Direktur Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Kementerian Kesehatan Nomor HK.02.02/II/252/2022 tentang Vaksinasi COVID-19 Dosis Lanjutan (Booster).

Seperti diketahui, Surat Edaran Dirjen P2P Kemenkes tersebut mematok tiga jenis vaksin yang menjadi vaksin booster (lanjutan), yakni vaksin Astra Zeneca, Pfizer, dan Moderna.

Baca juga: Tren vaksinasi dosis penguat di DKI meningkat usai jadi syarat mudik

“Ketiga jenis vaksin yang ditentukan dalam program booster itu tak satu pun yang memiliki sertifikat halal, jadi ini merugikan umat Islam selaku mayoritas penduduk di Indonesia yang mengonsumsi vaksin,” kata Kuasa Hukum YKMI, Amir Hasan.

Surat Edaran itu, kata Amir Hasan, telah menyalahi Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal.

“Dalam undang-undang itu, semua produk yang masuk dan beredar di Indonesia wajib memiliki sertifikat halal, termasuk vaksin yang dikategorikan sebagai barang hasil rekayasa genetika,” katanya.

Pewarta: Fauzi
Editor: Herry Soebanto
COPYRIGHT © ANTARA 2022