Jakarta (ANTARA News) - Para pengikut Ahmadiyah meminta perlindungan kepada Fraksi PDIP DPR RI atas tindak kekerasan serta perusakan rumah mereka, dan jika tidak lagi mendapatkan perlindungan dari pemerintah, aparat keamanan maupun parlemen, mereka akan meminta suaka politik kepada Kanada atau Australia. Bahkan apabila mereka tidak lagi memperoleh perlindungan hukum dan hak azasi manusia (HAM), pengikut Ahmadiyah asal Nusa Tenggara Barat (NTB) itu, Senin, di Jakarta, mengancam akan membawa persoalan ini ke Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB). Rombongan peminta perlindungan itu didampingi LBH Jakarta dan diterima Wakil Ketua Fraksi PDIP DPR Gayus Lumbuun, Sekretaris Fraksi PDIP Jacobus Mayong Padang dan sejumlah anggota Fraksi PDIP antara lain Alfridel Jinu dan Elva Hartanti. Dialog diwarnai tangis dan keluh kesah pengikut Ahmadiyah. Mereka mengaku disiksa dan rumahnya dibakar. Ketika harus berpindah dari kampungnya, mereka pun dikejar-kejar dan rumahnya yang baru ditempati pun dirusak atau dibakar. Mereka berharap ada perlindungan dari pemerintah dan aparat keamanan. Sahidin, salah satu pengikut Ahmadiyah di Lombok (NTB) mengungkapkan, setelah penegasan kembali larangan ajaran Ahmadiyah, kehidupan mereka terganggu. "Kami tidak merasa aman lagi di Lombok. Rumah telah dirusak dan harta dirampas," katanya. Khaeruddin juga menjelaskan, kehidupan mereka tidak lagi mendapat perlindungan dari aparat keamanan dan pemerintah. Aparat kepolisian selalu tidak mampu memberi rasa aman kepada warga Ahmadiyah karena jumlahnya tidak sebanding dengan massa. Sedangkan Suhaedi mengatakan, hak-hak hidup mereka sangat terganggu. "Jika tidak ada perlindungan lagi, kami akan meminta suaka politik ke Australia dan Kanada," katanya. Dia mengatakan, MUI pernah mengeluarkan fatwa berisi larangan ajaran Ahmadiyah pada tahun 1980-an. Namun pelarangan itu tidak menyusutkan masyarakat untuk mengikuti ajaran itu. Apabila tahun 1980-an jumlah pengikut Ahmadiyah berkisar 200 cabang, kini telah mencapai 300 cabang. "Dengan bertambahnya jumlah cabang, berarti ajaran ini diterima masyarakat," katanya. Ratnaningsih dari LBH Jakarta menyatakan, pihaknya sejak awal mendampingi pengikut Ahmadiyah di Indonesia yang menjadi korban tindak kekerasan. Jumlah kekerasan kepada pengikut Ahmadiyah telah mencapai 20 kali. LBH mempersoalkan pelimpahan kewenangan penanganan keagamaan kepada pemerintah daerah, padahal agama termasuk salah satu urusan yang semestinya ditangani pemerintah pusat. Akibat adanya pelimpahan kewenangan, terjadi perbedaan penafsiran yang beragam dalam menangani kontroversi Ahmadiyah. Pelimpahan tersebut bertentangan dengan UU tentang Pemerintah Daerah yang menggariskan bahwa urusan agama, luar negeri, keuangan (moneter) dan sejumlah urusan lain masih harus ditangani pemerintah pusat. Dia mengatakan, Kejaksaan Agung sebenarnya belum mengeluarkan larangan ajaran Ahmadiyah. Begitu juga pemerintah tidak secara tegas melarang Ahmadiyah. Larangan ajaran ini baru dikeluarkan MUI. "Karena itu, ajaran Ahmadiyah sebenarnya sah secara hukum," katanya. Dia mengatakan, apabila pemerintah dan aparat keamanan tidak lagi memberi perlindungan kepada mereka, LBH akan membawa kasus ini ke PBB karena tindak kekerasan yang dilakukan terhadap pengikut Ahmadiyah melanggar Konvensi PBB mengenai kebebasan menjalankan ajaran agama. (*)

Editor: Bambang
COPYRIGHT © ANTARA 2006