Jakarta (ANTARA News) - Praktisi hukum Muhammad Asrun berpendapat bahwa Presiden bisa mengambil inisiatif untuk menjadi penengah untuk menyelesaikan "perseteruan" yang terjadi antara Komisi Yudisial (KY) dan Mahkamah Agung (MA), yang sampai saat ini masih muncul ke permukaan. "Sebagai kepala negara, Presiden bisa mengambil inisitif untuk menjembatani kedua institusi yang sedang menghadapi masalah itu," kata Mohammad Asrun, di Jakarta, Selasa, ketika dimintai komentarnya mengenai "perseteruan" yang terjadi antara kedua lembaga. Asrun menilai bahwa kondisi yang ada pada dunia peradilan sampai-sampai memunculkan kesan adanya perseteruan antara KY dan MA merupakan sesuatu yang menyedihkan dan merupakan sisi buruk yang terjadi pada dunia peradilan. Ia mencontohkan kehadiran Komisi Yudisial (KY) yang memang salah satu tugas dan kewenangannya untuk mengawasi kinerja hakim mestinya bisa diterima dan didukung kinerjanya, bukan dipersoalkan. "Bagaimana mungkin sebuah lembaga yang memang oleh konstitusi diberi tugas dan wewenang, kok dilaporkan ke polisi, logikanya di mana," katanya. Oleh karena itu, kalau hal-hal seperti ini terus berkepanjangan, tidak baik bagi institusi peradilan. "Agar terselesaikan, maka Presiden bisa mengambil inisiatif untuk itu," tegasnya, sambil menambahkan hal seperti itu pernah terjadi ketika ada selisih pendapat antara KPK dan MA. Menurut Asrun yang juga berkiprah di Judicial Watch itu, Mahkamah Agung dan lembaga peradilan di bawahnya sudah "seharusnya tunduk pada Sistem Ketatanegaraan" bahwa di luar institusinya, ada lembaga lain yang melakukan pengawasan. "Jangan seperti yang terjadi sekarang, terkesan ada arogansi," katanya. (*)

COPYRIGHT © ANTARA 2006