Jakarta (ANTARA News) - Asosiasi Pengusaha Rotan Indonesia (APRI) mempertanyakan rencana revisi Peraturan Menteri Perdagangan No 36 tahun 2009 karena dinilai akan merugikan puluhan industri pengolahan bahan baku rotan.

Sekjen APRI Lisman Sumardjani mengatakan hal tersebut kepada pers di Jakarta, Sabtu. Menurut dia, rencana pemerintah memperpanjang Permendag 36/2009 tentang Ketentuan Ekspor Rotan akan dapat merugikan alur industri rotan alam di tanah air.

Lisman menilai pasal 2 di Permendag 36/2009 dapat mengakibatkan rotan W/S bukan dari jenis rotan Taman/Sega/Irit (Non-TSI) kehilangan nilai ekonomi.

"Nilai ekonominya menjadi tidak ada ketika jenis rotan alam non-TSI yang sudah diolah jadi rotan poles, rotan hati, dan kulit rotan tidak terpakai di dalam negeri," ujarnya.

Selain itu, rotan di Indonesia sudah "over supply". APRI memprediksi pada tahun 2011 terjadi konsumsi dalam negeri hanya 15.000 ton, sedangkan produksi mencapai 696.000 ton.

Pada 2009 saja potensi ekonomi yang tidak bisa diekspor 628.014 ton setara 1,414 miliar dolar AS. Nilai ini berasal dari selisih antara produksi lestari 696.000 ton dan serapan pasar dalam negeri 67.986 ton.

"Kalau dilarang dimanfaatkan sayang sekali. Jika pemerintah melarang ekspor, coba pikirkan bagaimana kelebihan di dalam negeri dapat dimanfaatkan?" ucap Lisman.  

Dia menyarankan Kementerian Perdagangan mengevaluasi manajemen pengelolaan rotan Indonesia sebelum merevisi Permendag 36/2009. Evaluasi itu dilakukan bersama Litbang Kementerian Kehutanan, Kementerian Perdagangan, Kementerian Perindustrian, asosiasi, LSM, dan Komisi Pengawas Persaingan Usaha.

"Dari duduk bersama itu juga bisa dibuat suatu roadmap yang disepakati dan dijalankan para pihak agar rotan memberi manfaat secara optimal bagi bangsa ini," demikian Lisman.(*)

Pewarta: Ruslan Burhani
Editor: Ruslan Burhani
COPYRIGHT © ANTARA 2011