Jakarta (ANTARA) - Institute for Criminal Justice Reform (ICJR) mendorong Pemerintah dan Panitia Kerja (Panja) Rancangan Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (RUU TPKS) DPR melibatkan jaksa dalam pengawasan pemberian restitusi kepada korban kekerasan seksual.

"Untuk memastikan mekanisme eksekusi restitusi berjalan dengan lancar, maka beban untuk pengawasan dan eksekusi diberikan pada jaksa; dan juga dapat dilakukan pengawasan penyaluran oleh LPSK (Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban)," kata Peneliti ICJR Maidina Rahmawati dalam keterangan yang diterima di Jakarta, Kamis.

Keterlibatan jaksa dan LPSK tersebut, menurut dia, merupakan bagian yang sangat krusial untuk memastikan adanya pengawasan berlapis guna menjamin pemulihan korban.

Pemerintah dan Panja RUU TPKS kembali melanjutkan pembahasan RUU TPKS. Sebelumnya, Senin (28/3) hingga Rabu (30/3), pembahasan telah dilakukan hingga Pasal 22 RUU TPKS, yaitu mengenai pokok bahasan jenis-jenis tindak pidana, pemberatan hukuman, alat bukti, dan jenis-jenis pendamping.

Kamis, Pemerintah dan Panja RUU TPKS DPR diagendakan membahas tentang restitusi dan hak korban kekerasan seksual. ICJR juga telah menyerukan masuknya skema victim trust fund  atau dana bantuan korban untuk lebih mengefektifkan penanganan, perlindungan, dan pemulihan terhadap korban kekerasan seksual.

Baca juga: ICJR dorong masuknya mekanisme Victim Trust Fund dalam RUU TPKS

Rekomendasi itu juga telah disampaikan ICJR dalam Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) pada Kamis (24/3) dan disambut baik oleh Badan Legislasi (Baleg) DPR RI.

Pembahasan pada Rabu (30/3), sejumlah anggota Panja RUU TPKS menyatakan komitmen dan dukungan mereka untuk memasukkan skema tersebut dalam RUU TPKS.

Wakil Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Wamenkumham) Edward Omar Sharif Hiariej, selaku wakil Pemerintah, juga telah menyatakan komitmennya untuk memformulasikan draf RUU TPKS dan memasukkan skema victim trust fund tersebut.

ICJR merekomendasikan agar RUU TPKS mengatur terkait mekanisme dana bantuan korban untuk mengambil alih pembayaran restitusi bagi korban, dalam hal harta pelaku yang disita tidak cukup atau pelaku tidak mampu.

Lebih lanjut, ICJR juga merekomendasikan dana bantuan korban juga harus dapat digunakan untuk pendanaan penyelenggaraan penanganan, perlindungan, dan pemulihan korban oleh Unit Pelaksana Teknis Daerah Perlindungan Perempuan dan Anak (UPTD PPA).

"Mekanisme ini sebaiknya dikelola oleh LPSK yang sudah memiliki sistem, sehingga negara bisa menghemat biaya dalam pembentukan lembaga baru," ujar Maidina.

Rekomendasi terakhir, ICJR meminta pengaturan lebih lanjut terkait dana bantuan korban dan UPTD PPA tersebut diatur dalam peraturan pelaksana di bawah undang-undang (UU).

Baca juga: Baleg: RUU TPKS akan dibahas panja Senin depan
Baca juga: Panja RUU TPKS: Sebarkan narasi positif tentang RUU TPKS

 

Pewarta: Putu Indah Savitri
Editor: Fransiska Ninditya
COPYRIGHT © ANTARA 2022