Bandar Lampung (ANTARA News) - Akibat rumahnya diterpa tanah longsor, rencana syukuran khitanan dua anak kembar Almin dan Alman, berusia 7 tahun, warga Kampung Karang Jaya, Kelurahan Kampung Maritim, Kecamatan Panjang, Bandar Lampung, batal. Wajah kedua bocah yang masih duduk di bangku kelas II Sekolah dasar (SD) itu, tak bisa menyembunyikan kesedihan dan kekecewaannya, lantaran harapan mendapat uang dari tamu saat syukuran khitanan tak terwujud. "Sunatnya sih sudah bulan lalu, ikut sunatan massal di kecamatan. Tapi, baru direncanakan Kamis (16/2) nanti ada syukuran karena ada rezeki sedikit. Tetapi, musibah telah datang lebih dulu," ujar, Mastur (36), orang tua kedua bocah itu. Mastur mengungkapkan, tanah longsor yang menimpa rumahnya dan sempat menimbun kedua orang tua serta tiga anaknya, terjadi hari Selasa, sekitar pukul 05.15 WIB. Awalnya, lanjut dia, ada suara petir sebanyak tiga kali dan hujan lebat. Namun, saat yang ketiga petir berbunyi, dinding rumahnya yang terbuat dari batu-bata merah ambrol, karena diterpa ambrolnya pondasi penghalang lereng milik tetangganya--akibatkan tanah ikut longsor. "Saat itu, pikiran saya kalut. Mencoba mencari anak-anak yang sedang tidur dan kedua orang tua. Suasana semakin panik karena mereka tertimpun reruntuhan rumah," kenang dia. Namun, tak lama mereka mencoba mengais reruntuhan, ditemukan kedua orang tuanya yakni, Tomi (60) dan Maskah (55), terperangkap reruntuhan, dan kondisinya harus mendapat perawatan di rumah sakit--hingga kini. Alman, lanjut dia, terperangkap di dalam reruntuhan dan harus berjuang selama satu jam untuk menyelematkannya. Namun, tak urung pelipis kiri bocah itu terluka. Begitu pula dengan Almin kembaran Alman. Meski tidak terperangkap di dalam tumpukan reruntuhan pondasi, tetapi mengalami luka di pelipis kananya. Makerlis (12), putri sulung Mastur, pun tak luput dari terpaan itu. Leher siswi kelas I SMP itu mengalami memar, dada dirasakan sakit, serta betis kanannya pun terluka. "Dada saya sakit. Tadi pagi diperiksa di Puskesmas. Sekarang leher dan kaki `nyut-nyutan`," kata dia. Sementara Alman, saat terperangkap selama satu jam di bawah reruntuhan pondasi dan tanah itu mengatakan dirinya seperti tidur. Tidak merasa apa pun. Apakah kecewa tidak jadi syukuran sunatan? Keduanya hanya tertunduk sambil kedua bola mata mereka berkaca, namun tidak bisa berkata apa pun. Sedangkan kedua orang tua Mastur dan Herlina tampak tak kuasa menahan lelehan air mata kesedihan. "Kita berencana, tapi Tuhan juga yang menentukan. Saya sudah meminta kepada anak-anak agar sabar dan menerima cobaan ini," kata Mastur lirih.(*)

Editor: Bambang
COPYRIGHT © ANTARA 2006