Jakarta (ANTARA News) - Menteri Luar Negeri Marty Natalegawa mempertanyakan desakan Komisi I DPR RI yang meminta pemerintah melakukan hard diplomacy terhadap Malaysia terkait persoalan wilayah perbatasan antara kedua negara di Kalimantan Barat.

"Setiap warga negara Indonesia memang harus mempertahankan wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), tapi apa persoalannya dengan Malaysia," kata Marty disela rapat kerja dengan Komisi VIII DPR RI di Gedung MPR/DPR/DPD RI di Jakarta, Rabu.

Menurut Marty, harus didefinisikan dulu apa dan bagaimana bentuk hard diplomacy itu, serta apa yang akan dilakukan.

"Kita harus mengerti dulu, apa persoalannyan," kata dia.

Menurut Marty, Menko Polhukam Djoko Suyanto sudah menjelaskan perihal wilayah perbatasan di Kalimantan Barat, yakni adanya pergeseran patok karena abrasi.

Kesimpulan itu, menurut dia, dicapai pada pertemuan dengan tim survei lapangan pada Agustus lalu.

Sebelumnya, kata dia, tim survei lapangan melakukan survei pada Maret 2011 dan hasilnya dilaporkan dalam pertemuan Agustus 2011.

"Di wilayah perbatasan itu ada dua patok, satu patok bergeser serta satu patok lainnya rusak karena abrasi," ucapnya.

Menurut Marty, untuk memperbaiki kedua patok itu ada sistem dan mekanismenya. Tim survei lapangan bersama dengan tim dari Malaysia bisa ke lapangan lagi untuk memperbaiki patok yang bergeser dan rusak tersebut.

Kalaupun ada pergeseran, menurut dia, bisa dikembalikan ke posisi semula karena titik koordinatnya sudah ada.

Ia menegaskan, batas kedua negara di perairan bukan cuma ditandai oleh patok, juga ditentukan oleh titik koordinat.

"Jadi kalau ada oknum-okum yang menggeser atau memindahkan patok, itu ada mekanisme dan prosedur untuk menyelesaikannya," tuturnya.

Ditanya, apakah Indonesia akan melakukan perundingan dengan Malaysia untuk menyelesaikan batas negara itu, Marty mengatakan, bukan perundingan, tapi mengirim tim untuk memperbaiki patok yang rusak karena garisnya sudah ada.

Marty menambahkan, kalau mercusuar, Indonesia dan Malaysia sama-sama memiliki mercusuar yang lokasinya berada di wilayah masing-masing.

Menurut dia, batas wilayah antara Indonesia dan Malaysia, ada batas perairan dan ada batas darat. Kalau batas laut  meliputi Selat Malaka, Selat Singapura, Laut Cina Selatan, dan Laut Sulawesi.

"Itu ada segmen-segmennya dan perundingan terus berjalan yang dikelola oleh Kemenlu," ujarnya, menjelaskan.

Sedangkan batas darat, kata dia, sudah ada ketentuan dan perjanjiannya, yakni perjanjian antara Pemerintah Belanda dan Inggris pada 1861. Batas-batas sudah diketahui tinggal bagaimana implementasinya di lapangan.

Penentuan batas-batas itu, lanjut Menlu, melalui mekanisme yang didasarkan pada titik koordinat yang disepakati pada 1978.

(R024/C004)

Editor: Suryanto
COPYRIGHT © ANTARA 2011