London (ANTARA News) - Amnesty Internasional mengungkapkan rasa kekhawatiran atas intimidasi, ancaman dan kekerasan terhadap beberapa komunitas Ahmadiyah yang dilakukan kelompok keagamaan dan organisasi tertentu serta para pejabat pemerintah di provinsi Jawa Barat.

Hal ini disampaikan organisasi internasional yang bermarkas besar di London dalam surat terbuka yang ditujukan kepada Menteri Dalam Negeri, Kementerian Dalam Negeri, Gamawan Fauzi yang ditandatangani Wakil Direktur untuk Asia-Pasifik , Donna Guest yang diterimma Antara London, Sabtu.

Tembusan surat disampaikan kepada Kepala Kepolisian Republik Indonesia Jendral Timur Pradopo, Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia , Patrialis Akbar serta Menteri Agama, Suryadharma Ali dan Gubernur Provinsi Jawa Barat, Ahmad Heryawan serta Ketua Komnas HAM, Ifdhal Kasim.

Surat terbuka Amnesty Internasional disampaikan sehubungan dengan adanya serangan terhadap properti para anggota Ahmadiyah, dan penutupan atau pengambilalihan tempat beribadah Ahmadiyah.

Menurut surat terbuka, para anggota jemaah Ahmadiyah juga diancam dalam upaya untuk memaksa mereka melepaskan keyakinan mereka. "Kami merasa prihatin pihak berwenang pemerintah"  termasuk polisi "gagal melindungi komunitas Ahmadiyah."

Disebutkan dalam sejumlah kasus malah secara aktif ikut ambil bagian mempersekusi kaum Ahmadiyah. Hal ini dibuktikan peraturan yang dikeluarkan Gubernur Jawa Barat tentang Larangan Kegiatan Jemaah Ahmadiyah Indonesia di Jawa Barat yang dipakai penyerang untuk membenarkan tindakan yang tidak sah seperti itu.

Dari sejumlah kasus yang didokumentasikan di provinsi Jawa Barat, Amnesty International menghimbau pemerintah Indonesia untuk memastikan adanya investigasi independen, imparsial dan efektif dengan segera terhadap laporan dan mengambil langkah guna memastikan agar serangan semacam itu tidak terjadi lagi.

Indonesia harus mematuhi kewajiban hukum internasionalnya untuk menghormati dan melindungi kebebasan berpikir, berkeyakinan dan beragama bagi semua orang dan komunitas di dalam negara itu.

Menurut Amnesty, para penyerang menghancurkan jendela rumah itu dengan pot tanaman, batu dan batu bata sambil meneriakkan kata-kata kotor dan slogan-slogan keagamaan. Setelah beberapa menit, para penyerang memasuki rumah melalui pintu depan, merusak mebel dan barang-barang elektronik.

Para penyerang kemudian pindah ke sebuah rumah bambu kecil di belakang rumah utama. Setelah keluarga yang menghuni rumah ini melarikan diri, rumah itu dibakar sampai habis terbakar dengan isi-isinya.

Beberapa hari setelah serangan terjadi, dua spanduk segera dipasang di depan rumah utama dan di ujung jalan menuju ke arah rumah tersebut. Spanduk di luar rumah berbunyi seperti ini: "Kami mendukung isi Pergub Jabar No.12 Tahun 2011 agar Ahmadiyah tidak memasang papan nama pada tempat beribadatan, lembaga pendidikan dan lain sebagainya dengan identitas Jemaat Ahmadiyah Indonesia dan meminta segera dikeluarkan Kepres Pembubaran Ahmadiyah."

Spanduk yang di pasang di jalan menuju rumah yang diserang berbunyi: "Terima Kasih kepada Bapak Gubernor Jawa Barat yang telah mengeluarkan pergub 12/2011 tentang pelarangan kegiatan Ahmadiyah dan penyebaran ajaran Ahmadiyah."

Kedua spanduk itu ditandatangani oleh koalisi kelompok termasuk Front Pembela Islam (FPI) dan Gerakan Reformasi Islam (GARIS) .

Sekurang-kurangnya enam pelajar pesantren As-Syafiiyah dilaporkan ditahan polisi karena keterlibatan mereka dalam serangan itu dan dibawa ke Polres Tasikmalaya. Akan tetapi, dibebaskan tanpa dikenakan tuntutan apa pun sore harinya setelah adanya demonstrasi yang dilakukan para pelajar pesantren itu di depan Polres Tasikmalaya.

Bintara Pembina Desa (Babinsa) mengatakan kepada para korban dari Ahmadiyah bahwa polisi menerima ancaman akan ada lebih banyak lagi tindak kekerasan terhadap Ahmadiyah jika para tahanan itu tidak segera dibebaskan.

Kewajiban negara untuk menghormati dan menjamin adanya penghormatan terhadap hak asasi manusia merupakan kunci untuk menjamin agar hak-hak ini bisa dinikmati oleh para individu dan komunitas dalam sebuah negara.

Kewajiban ini disebutkan, antara lain, oleh Kovenan Internasional tentang Hak-Hak Sipil dan Politik (ICCPR). Indonesia adalah negara anggota Kovenan ini. (ZG)



Editor: Kunto Wibisono
COPYRIGHT © ANTARA 2011