Jakarta (ANTARA News) - Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengungkapkan, sebagian aset obligor BLBI yang masuk dalam asset settlement sedang dalam proses lelang dan hasilnya akan dibukukan dalam APBN 2009.

"Assets Settlement terhadap delapan obligir BLBI sudah dilakukan, dan sebagian asetnya sudah dalam proses eksekusi," kata Menkeu di Jakarta, Rabu.

Pemerintah akan melakukan estimasi nilai aset-aset itu dan diharapkan selesai dalam satu hingga dua bulan ke depan.

Menkeu membenarkan bahwa piutang negara atas obligor BLBI itu akan masuk ke APBN 2009 dalam bentuk dana tunai setelah aset-aset obligor dilelang.

Apabila dari penjualan aset tidak dapat menutup utang obligor kepada negara, maka mereka harus menutup atau menambah kekurangan itu.

Sebelumnya anggota Tim Pengawas Penyelesaian BLBIB DPR, Dradjad H Wibowo mengungkapkan, delapan obligor BLBI yang ditangani oleh Departemen Keuangan (Depkeu) sudah menandatangani asset settlement.

"Depkeu mengungkapkan sudah ada penandatanganan asset settlement, ini kemajuan yang sudah lumayan. Itu ikatan bahwa aset mereka (obligor) tidak bisa dijual dalam rangka menutup utang mereka," kata Dradjad H. Wibowo.

Dalam asset settlement, menurut Depkeu obligor telah sepakat untuk membayar kekurangan pembayaran utang mereka setelah hasil lelang aset diperhitungkan.

Namun Dradjad tidak tahu persis kapan penandatangan asset settlement itu dilakukan.

"Tentang kapannya tanya ke Menkeu atau Direktur Jendral terkait," katanya.

Delapan obligor BLBI dimaksud adalah yang sudah disepakati penyelesaiannya dengan Komisi XI DPR seperti Ulung Bursa, Omar Putihray, Agus Anwar, dan Lidia Mochtar.

Dradjad yang mendampingi Ketua Timwas Penyelesaian BLBI DPR Aulia Rahman menjelaskan, rapat konsultasi itu membahas tindak lanjut penyelesaian BLBI, sesuai dengan amanat rapat paripurna DPR pada saat itu.

Dradjad menyebutkan, berdasar audit BPK, total utang dari delapan obligor BLBI yang ditangani Depkeu sekitar Rp2 triliun. "Aset itu harus segera dijual untuk melunasi utang yang sudah terjadi sejak 1999," kata Dradjad.
(*)

Editor: Suryanto
COPYRIGHT © ANTARA 2009