Jakarta (ANTARA) - Direktur Gizi dan Kesehatan Ibu dan Anak Kementerian Kesehatan Erna Mulati menyebutkan pemantauan tumbuh kembang dan pendataan kondisi kesehatan anak menjadi parameter penting dalam menurunkan angka stunting.

“Kita berharap semakin banyak anak yang bisa dipantau tinggi badannya,” kata Erna dalam Forum Merdeka Barat (FMB9) Cegah Stunting, Tingkatkan Daya Saing secara daring diikuti di Jakarta, Senin.

Erna menuturkan pemantauan tumbuh kembang pada anak menjadi salah satu parameter penting untuk melihat secara jelas apakah anak berpotensi terkena stunting atau tidak. Lewat pemantauan tersebut, nantinya tenaga kesehatan akan mencatat panjang badan, tinggi badan juga berat badan anak.

Baca juga: Kemenkes tambah dua jenis vaksin pada anak guna atasi kekerdilan

Data-data dari pemantauan pada anak tersebut, nantinya dicatat ke dalam sebuah sistem pendataan pemerintah yang bernama Aplikasi elektronik-Pencatatan dan Pelaporan Gizi Berbasis masyarakat (e-PPGBM) bersama dengan nama dan alamat anak agar lebih rinci dan akurat.

“Kita berharap bahwa melalui e-PPGBM ini, intervensi dapat dilakukan secepat mungkin kepada anak-anak dengan risiko terjadinya stunting dan juga melihat ketersediaan faktor sensitif di lingkungan rumahnya,” ujar Erna.

Untuk melihat gambaran secara nasional, provinsi maupun di tingkat kabupaten/kota berapa jumlah anak yang terkena stunting, pemerintah juga menyusun data bernama Studi Status Gizi Indonesia (SSGI) agar intervensi spesifik dapat dilakukan secepat mungkin.

Baca juga: 3.355 USG disalurkan pada puskesmas pertajam pemantauan kekerdilan

Melalui data yang dihimpun tersebut pula, intervensi terpadu dapat dilaksanakan melalui kolaborasi antara pemerintah, puskesmas hingga pihak desa. Sehingga permasalahan seperti ketersediaan air bersih, rumah tak layak huni dapat terselesaikan termasuk juga edukasi mengenai pentingnya menjaga kebersihan lingkungan.

Agar pendataan berjalan dengan baik utamanya selama masa pandemi COVID-19, Erna mengatakan pemerintah sedang berusaha memperkuat infrastruktur kesehatan dalam masyarakat. Di antaranya melalui pendaftaran janji temu melalui gawai.

Janji temu tersebut dibuat agar para ibu hamil dan balita yang ingin melakukan pemeriksaan ataupun vaksinasi tetap mendapatkan pelayanan dan tidak bercampur dengan orang-orang yang terkena COVID-19.

Baca juga: Kemenkes: 51,2 persen balita stunting berada di lima provinsi absolut

Kemudian guna mendekatkan pelayanan kesehatan pada masyarakat, pihaknya melakukan kunjungan menggunakan posyandu keliling agar pemantauan tumbuh kembang anak dan pemberian vaksinasi tetap bisa diberikan bagi masyarakat yang takut datang ke fasilitas kesehatan akibat takut tertular COVID-19.

Posyandu keliling itu juga dibentuk sebagai salah satu upaya menjalankan protokol kesehatan dengan membatasi jumlah pengunjung terkait penggunaan alat pengukuran tinggi badan dan juga tinggi badan.

“Kita tahu bahwa posyandu tetap berjalan, tapi aksesnya memang tidak semua diakses oleh semua masyarakat. Jadi strategi yang dilakukan adalah bagaimana kita mempertahankan agar akses untuk mendapatkan pelayanan kesehatan walaupun turun paling tidak tidak terlalu banyak,” kata dia.

Baca juga: Kemenkes sebut anak wasting punya risiko tiga kali lipat stunting

Pewarta: Hreeloita Dharma Shanti
Editor: Agus Salim
COPYRIGHT © ANTARA 2022