Banjarmasin (ANTARA News) - Direktur Kemitraan Komunikasi Kementerian Kominfo Dr James Pardede MM menyatakan, saat ini banyak tayangan dan konten media yang telah menyimpang dari tujuan untuk memberikan edukasi terhadap masyarakat.

Hal tersebut disampaikan James di Banjarmasin, Jumat pada forum pengembangan literasi media sebagai penguatan publik agar sadar media bersama dengan Kementerian Informasi dan Komunikasi.

Menurut dia, banyak tayangan media massa terutama televisi yang kini berbasis pada rating atau bisnis sehingga tayangan yang diberikan mengabaikan dari fungsi media itu sendiri.

"Banyak televisi yang menayangkan kekerasan, klenik, tahayul, mesteri, kawin cerai artis dan tayangan yang tidak mendidik lainnya," katanya.

Para pengusaha televisi beralasan bahwa tayangan-tayangan tersebut menduduki rating yang cukup tinggi, sehingga lebih menguntungkan perusahaan.

Menurut dia, saat ini idealisme media sudah mulai terkikis karena kebanyakan media lebih mengedepankan motif keuntungan.

Karena hanya mengejar keuntungan, media massa seringkali mempresentasikan sesuatu yang bukan suara masyarakat.

"Saya rasa ideologi sebagian media semakin pudar, karena orientasinya adalah bisnis dan kepentingan " katanya.

Dengan demikian, untuk mengimbangi tayangan media-media yang tidak mendidik tersebut, perlu adanya masyarakat yang sadar akan media sehingga berani memberikan kritik yang membangun.

"Kalau pemerintah saat ini tidak bisa lagi ikut campur karena dibatasi oleh undang-undang, sehingga masyarakat melalui forum yang dibentuk bisa melakukan kritik terhadap media bila tidak sesuai dengan kebutuhan masyarakat," katanya.

Dia menambahkan, pengaruh kebebasan pers saat ini cukup dahsyat, untuk mengubah budaya dan tingkah laku masyarakat, baik itu media televisi, koran maupun internet dan media on line lainnya.

Saat ini, kata dia, pengguna face book di Indonesia berada pada urutan ke dua di dunia.

Kendati hal tersebut banyak pengaruh positif namun juga tidak sedikit berdampak negatif bila masyarakat tidak kritis dalam menyeleksi setiap informasi yang masuk.

Staf ahli Menkominfo bidang Komunikasi dan Media Massa Kementerian Komunikasi dan Informasi Dr Henry Subiakto mengatakan, selama ini masyarakat cenderung kesulitan untuk bisa mengkritik media.

Karena media juga cukup selektif untuk mengeluarkan surat kritikan maupun opini yang cenderung memojokkan media bersangkutan.

Dengan demikian, kata dia, masyarakat bisa menggunakan cara lain antara lain dengan menekan media melalui perusahaan pemasang iklan.

Seperti yang dilakukan gerakan sosial wanita AS pada tahun 1995 yang memprotes iklan di Amerika dalam laporan yang disebut "advertising and woman".

Menurut laporan tersebut, iklan-iklan di AS lebih banyak menggambarkan wanita hanya sebagai istri atau ibu rumah tangga. Mereka ingin agar wanita juga digambarkan sebagai pengusaha yang sukses atau berpendidikan, desakan itupun ditanggapi oleh pengiklan.

Bahkan ada juga gerakan boikot membeli produk iklan yang ditayangkan pada salah satu program televisi yang mengandung kekerasan.

Akhirnya karena ancaman boikot itu program kekerasan dimaksud lama-kelamaan menghilang karena tidak ada pengiklan yang memasang pada tayangan tersebut.

"Dari pengalaman tersebut masyarakat sebenarnya memiliki kekuasan untuk mengingatkan media yang dinilai tidak sesuai dengan masyarakat kendati melalui jalur lain seperti kepada perusahaan atau pengiklan yang menjadi salah satu nafas terbesar dari hidupnya media massa," katanya.

(T.U004/S025)

Editor: Ruslan Burhani
COPYRIGHT © ANTARA 2011