Jakarta (ANTARA) - Peneliti bidang ekonomi The Indonesian Institute (TII) Nuri Resti Chayyani mengatakan permintaan dan pasokan pangan perlu terus diseimbangkan untuk mencegah inflasi yang terlalu tinggi, salah satunya dengan melakukan impor.

“Tidak perlu alergi terhadap impor, jika memang benar-benar dibutuhkan akibat tidak mencukupinya ketersediaan pangan dalam negeri," kata Nuri dalam keterangan resmi, Jumat.

Menurutnya data terkini yang valid soal ketersediaan pangan domestik perlu dibuat guna mendukung upaya pemenuhannya.

Ia mengatakan saat ini masyarakat berada dalam bayang-bayang kesulitan memenuhi kebutuhan karena kenaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM), kelangkaan minyak goreng, hingga kenaikan tarif PPN menjadi 11 persen.

“Ketika masyarakat dilonggarkan aktivitasnya, maka hal ini akan meningkatkan roda perekonomian dan peningkatan jumlah uang beredar (JUB). Namun, jika tidak disertai dengan peningkatan jumlah barang dan jasa, maka akan menyebabkan kenaikan harga-harga sehingga terjadi inflasi,” katanya.

Karena itu selain memastikan ketersediaan bahan pangan, pasokan pangan seperti minyak goreng juga harus didistribusikan dengan baik.

Pemerintah melalui penegak hukum juga perlu memastikan tidak ada oknum yang mengerek harga pangan hingga menyebabkan inflasi lebih tinggi.

“Lebih jauh, terkait dengan harga-harga dan pajak yang harus dinaikkan untuk saat ini yang bersamaan dengan momen lebaran, mungkin hal ini dianggap sebagai waktu yang tepat bagi pemerintah untuk mengoptimalkan penerimaan negara untuk memenuhi beragam kebutuhan yang tengah berjalan dan prioritas saat ini," ucapnya.

Baca juga: Peneliti: Indonesia perlu pertimbangkan relaksasi impor pangan
Baca juga: Pemerintah diminta benahi produksi pangan atasi impor
Baca juga: Peneliti: simplifikasi impor pangan bisa efisien stabilkan harga

 

Pewarta: Sanya Dinda Susanti
Editor: Biqwanto Situmorang
COPYRIGHT © ANTARA 2022