Jakarta, (ANTARA News) - Indonesia mempunyai potensi dalam pangsa pasar Mekanisme Pembangunan Bersih (MPB) atau "Clean Development Mechanism" di tingkat global untuk menggunakan sekitar 135 juta ton hingga 300 juta ton karbondioksida dalam transaksi penjualan komitmen periode pertama tahun 2008-2012 dari negara pendonor seperti dalam kesepakatan Protokol Kyoto. Pernyataan tersebut dikemukakan oleh Deputi Bidang Pengendalian Pencemaran Lingkungan Kementrian Negara Lingkungan Hidup Moh Gempur Adnan di Jakarta, Kamis (16/2) saat diminta berkomentar mengenai setahun pemberlakukan Protokol Kyoto. "Indonesia tengah menjajaki kesepakatan tiga nota kesepahaman (MoU) dengan Denmark, Belanda dan Swedia mengenai proyek MPB," kata Gempur. Selain itu, kata dia, Indonesia juga sedang menjalin kemungkinan kerjasama (LoI) dengan Kanada. Saat ini, ada lima proyek MPB yang telah mendapat persetujuan Komisi Nasional MPB untuk diajukan keDewan Eksekutif MPB internasional sementara satu proyek lagi tengah dikaji. Dari lima proyek tersebut, pada 6 Febuari 2006, satu diantaranya telah mendapat persetujuan dari Excutive Board untuk diterapkan yaitu proyek kompor tenaga listrik di Aceh. Melalui proyek tersebut, 1.000 unit kompor tenaga surya akan dipergunakan di rumah-rumah dan diharapkan bisa mengurangi 3.500 ton karbondioksida per tahun. Selain menurunkan emisi gas rumah kaca, penggunaan kompor tenaga surya diharapkan juga bisa mengurangi penggunaan kayu dari hutan sebagai bahan bakar untuk memasak. Mekanisme penurunan gas rumah kaca yang tersedia dalam Protokol Kyoto adalah Joint Implementation, Emission Trading serta Clean Development Mechanism (MPB), dimana yang terakhir merupakan satu-satunya mekanisme yang memungkinkan kerjasama antara negara maju dengan negara berkembang. Penerapan Protokol Kyoto semakin mantap setelah pada Desember 2005 terbentuk "Compliance Committee" yang bertugas memastikan pemenuhan komitmen kewajiban penurunan emisi, lengkap dengan tata cara pemberian sanksi bagi negara yang gagal memenuhi kewajibannya. Indonesia pun tampak cukup serius menanggapi Protokol Kyoto tersebut dengan aktif melakukan sejumlah tindakan untuk mendukungnya setelah meratifikasi melalui UU No.17/2004. Pada Juli 2005 Komisi Nasional MPB yang memiliki otoritas untuk menyetujui proyek-proyek MPB di Indonesia untuk kemudian dapat didaftarkan pada tingkat internasional, resmi dibentuk sebagai tanda keseriusan pemerintah.(*)

COPYRIGHT © ANTARA 2006