Depok, Jawa Barat (ANTARA news) - Sosiolog Universitas Indonesia (UI) Thamrin Amal Tamagola mengatakan lebih aman semua daerah di nusantara dalam rumah besar Negara Kesatuan Republik Indoneseia (NKRI).

"Jika daerah ingin merdeka maka itu merupakan awal dari perjuangan, ini dikhawatirkan akan saling bunuh dalam memperebutkan jabatan presiden," kata Thamrin ketika menjadi pembicara dalam acara Diskusi "Kemajemukan dalam Arena Berbangsa" di Fakultas Ilmu Budaya (FIB) Universitas Indonesia Depok, Kamis.

Ia mengatakan ancaman terhadap NKRI selalu ada dan nyata untuk itu perlu adanya pemahaman dan pengertian tentang keberagaman suku bangsa dan budaya yang ada dari Merauke sampai Sabang.

"Indonesia secara tanah air sudah tak utuh karena banyak tanah yang sudah diakui oleh perusahaan-perusahaan," ujarnya.

Dikatakannya dengan banyaknya suku bangsa yaitu yang mencapai 653 suku dan budaya maka diperlukan pemahanan antar budaya yang ada di tanah air, untuk itu dalam kehidupan perlu dirawat dan dijaga agar senantiasa bersatu dalam kerangka bangsa Indonesia.

Thamrin mengingatkan jika dalam kelompok besar maka tentunya akan ada kelompok kecil yang muncul untuk memberikan perlawanan karena ketidakpuasan terhadap kelompok besar tersebut.

"Ini sesuatu hal yang bersifat wajar dan harus disikapi dengan bijaksana," katanya.

Rektor Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Komaruddin Hidayat menilai keberagaman harus menjadi kekuatan bangsa Indonesia bukan sebaliknya.

Ia menilai peran tokoh agama sangat diperlukan dalam menjaga keberagaman yang ada. "Simbol-simbol agama mempunyai kaitan yang erat dengan politik," ujarnya.

Sehingga kata dia para tokoh agama sangat dibutuhkan dalam pembangunan bangsa. Dikatakannya agama dalam era demokarsi mempunyai kekuatan luar biasa.

Sosiolog UI lainnya Imam Prasodjo mengatakan keberagaman kebudayaan dan suku bangsa harus tetap berlangsung. Untuk kata dia seorang pemimpin harus mengetahui kebudayaan setempat agar bisa memahami adat istiadat warga setempat.

"Selama ini saya belum melihat di polres ada perpustakaan yang menyimpan adat istiadat budaya setempat," katanya.

Pemahaman terhadap budaya oleh seorang pemimpin sangat penting untuk mengambil kebijakan dalam menyelesaikan permasalahan yang ada.

Wakil Rektor I Perguruan Tinggi Ilmu Al-Quran Jakarta Imam Addaruqutni menilai wacana-wacana yang berkembang tentang persatuan dan kesatuan bangsa saat ini merupakan antiklimak dari kejadian sumpah pemuda pada 1928 yang lalu.

"Sudah 83 tahun lamanya seharusnya kita sudah mapan, tapi kita saat kembali konsen lagi," ujarnya.

Dikatakan negara Indonesia merupkan negara yang unik karena berhasil mempertahankan ideologi dan juga paling gagal dalam penerapan ideologi tersebut.

"Ideologi kita jalan terseok-seok," ujarnya.
(T.F006/Z003)

Editor: Ruslan Burhani
COPYRIGHT © ANTARA 2011