Berlin (ANTARA News) - "Grbavica" arahan sutradara Bosnia, Jasmila Zbanic, meraih trofi berlapis emas Golden Bear untuk ketagori film terbaik. Film itu, tentang penderitaan wanita Bosnia yang diperkosa sebagai bagian pembersihan etnis dalam perang di Bosnia-Herzegovina, dipilih tim juri internasional delapan orang pimpinan aktris terkemuka Inggris, Charlotte Rampling. "Grbavica" merupakan salah satu dari 19 film yang bersaing untuk meraih predikat film terbaik pada festival tahun ini, dengan sebagian besar film menampilkan sisi keras kehidupan dan isu-isu bernuansa politis. "Saya memimpikan ini," kata Zbanic (31 tahun) pada acara penyerahan penghargaan di Berlin, Minggu. "Grbavica" adalah debutnya dalam film feature. Zbanic melanjutkan pernyataan: "saya ingin memanfatkan kesempatan ini untuk mengingatkan kita pada kenyataan bahwa para penjatat perang, Radovan Karadzic dan Ratko Mladic, masih hidup tanpa mendapat gangguan di Eropa." "Grbavica" juga merupakan film pertama dari Bosnia-Herzegovina yang bersaing pada salah satu festival film paling bergengsi itu. Pengalaman getir Diambil dari nama sebuah perkampungan di Sarajevo yang diduduki pasukan Serbia Bosnia dalam perang 1992-1995 di Bosnia Herzegovina, film "Grbavica" berupaya melukiskan penderitaan seorang wanita Muslim Bosnia yang melahirkan anak setelah diperkosa seorang serdadu Serbia. Sekalipun dirasakan amat getir, tokoh bernama Esma memutuskan untuk memelihara, membesarkan dan mencintai putrinya sekaligus memerangi masa lalu yang selalu menghantuinya, sambil terus bertahan hidup di perkampungan yang sama tempat dia pernah diperkosa. "Ketika pertama kali saya bertemu dengan sekelompok gadis dari Bosnia Timur, berusia antara 14 hingga 15 tahun, betapa terkejut dan ngerinya saya mendengar apa yang terjadi atas mereka," kata Zbanic, seperti dilansir DPA. Selama berlangsungnya perang, Zbanic sendiri tinggal di Sarajevo, kota tempat wanita itu dilahirkan 31 tahun silam. Apartemennya, katanya, sekitar 100 meter dari Grbavica, tempat pasukan Serbia Bosnia melakukan pembersihan etnis, termasuk memperkosa wanita Bosnia bukan keturunan Serbia. Mereka menduduki apartemen itu pada awal perang 1992-1995 di Bosnia. "Trauma terbesar saya adalah pasukan Serbia akan akan menduduki seluruh kota dan saya akan mengalami apa yang diderita lebih dari 20.000 wanita dalam perang tersebut," kata Zbanic. "Nasib mereka memburu saya dalam seluruh tahun-tahun ini ketimbang Esma yang muncul dalam kepala saya." Namun begitu "Grbavica," jelasnya, tak bertujuan untuk memfokuskan seluruh perhatian pada wanita yang diperkosa selama perang di Bosnia-Herzegovina, tetapi juga akan meningkatkan kesadaran tentang penderitaan, masalah dan hak seluruh wanita yang diperkosa di dunia. Film itu memperlihatkan kehidupan Esma dan perjuangannya untuk membesarkan dan memberikan kehidupan yang layak kepada putrinya, yang sangat dicintai dan sekaligus dibencinya. (*)

COPYRIGHT © ANTARA 2006