Hong Kong (ANTARA) - Kekhawatiran perlambatan ekonomi yang tajam di China dan harga minyak yang lebih tinggi menekan sebagian besar saham di bursa saham Asia pada Kamis sore, tetapi penurunan dalam imbal hasil obligasi pemerintah AS menawarkan beberapa kelegaan bagi pasar yang lebih luas yang khawatir dengan prospek kenaikan suku bunga agresif.

Saham China dan Hong Kong mencapai posisi terendah sebulan dan yuan jatuh ke level terendah dalam enam bulan karena otoritas Shanghai mengatakan pembatasan ketat COVID-19 akan tetap berlaku.

Indeks saham unggulan China turun 1,8 persen, sementara saham Hong Kong jatuh 2,0 persen, keduanya jatuh ke level terendah sejak pertengahan Maret. Spot yuan menyentuh 6,4478 per dolar, level terlemah sejak Oktober.

Penurunan saham China menarik indeks MSCI dari saham Asia Pasifik di luar Jepang 0,66 persen lebih rendah, meskipun ada kenaikan di Korea dan Australia, di mana indeks acuan lokal naik 0,4 persen tidak jauh dari rekor puncak.

Nikkei Jepang juga ditutup terangkat 1,23 persen.

Analis di Nomura mengatakan mereka memangkas perkiraan pertumbuhan PDB China kuartal kedua mereka menjadi 1,8 persen tahun-ke-tahun dari 3,4 persen, "karena data aktivitas frekuensi tinggi yang memburuk dengan cepat pada April, meningkatnya jumlah kota di bawah penguncian penuh dan sebagian, gangguan logistik parah, dan tanda-tanda bahwa Beijing tidak mungkin segera mengakhiri strategi nol-Covid."

Perlambatan berkepanjangan di China akan memiliki dampak global yang substansial, Direktur Pelaksana IMF Kristalina Georgieva mengatakan pada Kamis, tetapi menambahkan bahwa Beijing memiliki ruang untuk menyesuaikan kebijakan untuk memberikan dukungan.

Namun, saham berjangka AS dan Eropa menunjuk ke pembukaan yang lebih tinggi. EUROSTOXX 50 berjangka naik 0,4 persen dan FTSE berjangka naik 0,3 persen, sementara Nasdaq berjangka menguat 0,8 persen dan S&P500 berjangka naik 0,5 persen.

Bagian dari alasan kenaikan pasar saham, kata para analis, adalah penurunan semalam dalam imbal hasil acuan obligasi pemerintah AS 10-tahun, meskipun ini mungkin terbukti berumur pendek.

Imbal hasil terakhir di 2,8766 persen, sedikit lebih tinggi di perdagangan Asia, tetapi masih memar setelah jatuh dari setinggi 2,981 persen pada awal Rabu (20/4/2022).

"Saya pikir kami masih menuju 3,0 persen untuk obligasi pemerintah 10 tahun, saya pikir itu sedikit profit taking," kata Rob Carnell, kepala penelitian untuk Asia Pasifik di ING.

Imbal hasil yang lebih rendah mengirim dolar lebih rendah semalam, terutama terhadap euro dan sterling yang terpukul yang berhasil pulih sedikit.

Pergerakan lebih diredam di jam-jam Asia. Indeks dolar sedikit berubah pada 100,36, turun dari puncak hampir dua tahun pada hari sebelumnya di 101,03.

Namun demikian, dolar naik 0,22 persen terhadap yen menjadi 128,16, karena pemulihan yen pada Rabu (20/4/2022) - kenaikan sesi pertama terhadap dolar dalam hampir dua minggu - terbukti berumur pendek.

Yen dengan cepat merosot ke posisi terendah 20-tahun, dirugikan oleh bank sentral Jepang yang mempertahankan imbal hasil tetap rendah sementara suku bunga naik di Amerika Serikat. Investor percaya yen akan jatuh lebih jauh, dengan sebagian besar bertaruh bahwa bahkan intervensi pemerintah tidak akan cukup untuk membalikkan momentum.

Harga minyak menguat dalam perdagangan berombak karena kekhawatiran tentang pasokan akibat potensi larangan Uni Eropa terhadap minyak Rusia muncul ke permukaan. Pasukan Rusia meningkatkan serangan mereka di Ukraina timur pada Kamis.

Minyak mentah berjangka Brent naik 1,54 persen menjadi 108,44 dolar AS per barel, dan minyak mentah berjangka AS naik 1,44 persen menjadi 103,7 dolar AS per barel.

Pewarta: Apep Suhendar
Editor: Adi Lazuardi
COPYRIGHT © ANTARA 2022