Jakarta (ANTARA News) - Gurat wajah letih tak bisa disembunyikan perempuan berkerudung hitam itu, dengan cucuran keringat terlihat mengalir di sela-sela kulit keriputnya.

Namun senyum ramah selalu menyambut tatkala ada yang menyapa, saat baru saja keluar dari Padepokan Pencak Silat Indonesia, tempat perhelatan pertandingan pencak silat SEA Games ke-26.

"Maaf, tadi habis gladi resik buat upacara pembukaan," ujar pesilat wanita dari Ikatan Pencak Silat Indonesia (IPSI) Banten itu, Jumat.

Iti Suheti merupakan salah satu pengisi acara atraksi untuk pembukaan pertandingan pencak silat SEA Games XXVI yang akan digelar Sabtu.

Memasuki usia senja, nenek dari sembilan cucu itu masih gesit memperagakan jurus-jurus silat yang telah ditekuninya sejak bangku sekolah dasar. Hal itu dibuktikannya dengan menyabet Juara Satu pada Kejuaraan Pinisepuh, kejuaraan untuk pesilat yang sudah sepuh dalam tingkatan pencak silat, empat tahun yang lalu.

Saat menjalani gladi resik acara pembukaan sore itu pun ia kelihatan masih lincah memainkan goloknya.

"Emak mah cuma ingin pencak silat tidak punah," tuturnya dengan logat sunda yang kental. Ia menyebut dirinya "emak".

Iti menceritakan pengalamannya ketika pada 1970 ia turut dalam rombongan budaya dari Indonesia untuk tampil di Belanda.

"Waktu itu emak main silat dan debus tapi waktu itu masih campur dengan taekwondo," ujarnya.

Perempuan yang lahir 66 tahun lalu itu mengatakan silat bukan sekedar beladiri tapi juga untuk memperkuat tali silaturahmi.

"Silat itu seni. Selain dapat digunakan untuk membela diri, silat juga dapat mempererat tali silaturahmi. Emak jadi kenal sama orang-orang dari Kalimantan, Sumatera, dan Jawa," katanya penuh semangat.

Iti menjadi satu-satunya atlet dari Banten yang menjadi juara saat Kejuaraan Pencak Silat Jambore Nasional pada 2005 kala itu.

Iwan Kurniawan (22), anak kedua Iti, mengungkapkan kebanggaannya kepada ibunya itu.

"Saya bangga sama emak. Emak selalu bersemangat dan tidak pernah mengeluh," ujarnya.

Iwan, bersama ketiga saudara lainnya, Ade Ningsih (27), Ema Suhema (20), dan Febri Gunawan (19) dibantu sang ayah yang juga pesilat Koko Hernawan (70) mendirikan Padepokan Putra Kusuma.

"Daripada emak mengembangkan silat di padepokan lain, mending kembangkan silat di padepokan sendiri. Emak kan banyak pengalaman dan cukup dikenal prestasinya," kata Iwan yang selalu mendampingi sang ibu.

Iti tidak memungut biaya kepada murid-murid yang belajar silat di padepokan di itu. Iti memaklumi kondisi ekonomi masyarakat di sekitarnya yang mayoritas hidup pas-pasan.

Menurut Iwan, antusiasme masyarakat untuk belajar silat sangat besar. Saat ini, ada 200-an murid di Padepokan Putra Kusuma. Namun tempat yang digunakan untuk berlatih sangat terbatas.

"Kami mendirikan padepokan kecil di sebelah rumah," ujar Iwan.

Kini, selain mengajar silat, dalam mengisi kesehariannya Iti berjualan kue keliling dan membuka warung di rumahnya.

"Saya kasihan sebenarnya lihat emak berjualan padahal emak kan atlet sepuh yang berprestasi. Tapi beliau itu pekerja keras, dan tidak mau bergantung sama orang lain," tutur Iwan.

Iwan mengatakan perhatian pemerintah terhadap sang ibunda masih minim.

Pada tahun 2000 Iti pernah terserang stroke. Penyakit itu membuat ia lumpuh total selama empat tahun. Setelah sembuh ia pun kembali giat mengajar silat.

"Emak cuma mau nunjukin walaupun emak sudah tua, emak punya semangat. Jadi buat pesilat-pesilat muda harus lebih semangat dari emak," ujar Iti sembari tersenyum lepas.  (ANT-08/I015)

Editor: Kunto Wibisono
COPYRIGHT © ANTARA 2011