Jakarta (ANTARA News) - Peta kekuatan ekonomi dunia tengah bergeser ke Asia setelah postur ekonomi negara-negara Asia seperti China dan India membesar mendunia.

Di saat bersamaan, kekuatan ekonomi Amerika Serikat dan Eropa menurun sejak krisis menerjang dua kawasan ini pada 2008, di samping juga akibat krisis utang Yunani belakangan ini.

Sebagai bagian dari kawasan Asia, ASEAN mesti memanfaatkan momentum ini. Caranya, membina hubungan perdagangan lebih intensif dengan China dan India yang kini menyandang predikat new emerging power.

Meski begitu, ASEAN tidak boleh meninggalkan mitra-mitra ekonomi tradisionalnya, seperti Eropa dan AS.

"Hubungan dagang dengan Eropa dan AS juga harus tetap dipelihara," kata pengamat ekonomi dari Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Fadhil Hasan.

Fadhil juga mengingatkan, walau berupaya meningkatkan hubungan dagang dengan mitranya, ASEAN tak boleh membiarkan dirinya hanya menjadi pasar bagi produk-produk negara-negara mitra. ASEAN, sebutnya, harus memasuki pasar Asia yang sedang berkembang pesat.

"Harus ada kombinasi seimbang antara ingin meningkatkan hubungan dagang dengan perkembangan industri domestik. Industri dalam negeri yang kuat bisa meningkatkan daya saing produk-produk negara ASEAN dengan negara lain dan pada akhirnya bisa meningkatkan nilai ekspor ASEAN," ujarnya.

Fadhil menyebut beberapa cara memperkuat industri domestik ASEAN dan meningkatkan daya saing produk kawasan ini di dunia, seperti meningkatkan nilai tambah produk, memperbaiki infrastruktur dan kualitas sumber daya manusia.

"Ini adalah tantangan bagi ASEAN. Diperlukan kerja sama pemerintah dan pihak terkait agar cita-cita ASEAN memanfaatkan momentum pergeseran ekonomi dunia bisa terlaksana," kata Fadhil.

Penilaian Fadhil sejalan dengan pandangan Sekretaris Komite Ekonomi Nasional (KEN) Aviliani.

Aviliani mengatakan ASEAN hendaknya menerapkan kriteria impor yang lebih ketat terhadap barang-barang yang akan memmasuki kawasan ini.

Upaya ini perlu ditempuh mengingat kekuatan-kekuatan baru ekonomi dunia seperti China sedang mencari pasar baru bagi produk-produknya di tengah kondisi ekonomi Eropa dan Amerika Serikat yang lagi terpuruk.

"ASEAN yang memiliki jumlah penduduk besar, terutama Indonesia, jangan hanya menjadi pasar bagi China tetapi harus berusaha meningkatkan posisi tawar agar menjadi mitra kerjasama yang seimbang," sambung Aviliani.

Dia berharap investasi China di ASEAN bisa menyerap lebih banyak tenaga kerja lokal. Investasi China ini juga mesti memuat unsur transfer teknologi dari investor ke negara tuan rumah.

"ASEAN juga harus berbenah diri agar investor tertarik menanamkan modalnya di kawasan ini," ujarnya.

Harapan para pakar agar Indonesia berkonsentrasi mengelola pasar dometik agaknya bersesuaian dengan tekad pemerintah yang diutarakan sendiri oleh Wakil Menteri Keuangan Anny Ratnawati.

Anny memperkirakan, gejolak ekonomi di Eropa dan Amerika Serikat akan membuat nilai perdagangan dunia menurun. Untuk itu, demikian Anny, ASEAN dan Indonesia harus mampu mencari pasar ekspor potensial baru agar volume perdagangan tidak terganggu.

Dia menyebut tiga negara --China, Jepang dan India-- menjadi tujuan ekspor potensial Indonesia.

"China melihat kita sebagai pangsa ekspor mereka, India juga lihat, Jepang juga, kenapa kita tidak lihat pasar kita sebagai pasar produk kita?" ujarnya.

Namun Anny menegaskan, yang justru menjadi fokus utama pemerintah Indonesia saat ini adalah meningkatkan konsumsi masyarakat dan menjaga ketahanan pasar dalam negeri.

"Yang penting ekonomi domestik kita besar, demand kita tinggi, mari kita konsentrasi untuk menjaga ekonomi domestik kita," katanya.

Anny juga melihat, demi menjaga daya saing ekonomi dan mengundang investasi asing untuk menanamkan modal di Indonesia, infrastruktur di daerah perlu dibenahi lagi. (*)

A051/A023

Oleh Amie
Editor: Jafar M Sidik
COPYRIGHT © ANTARA 2011