Jakarta (ANTARA News) - TNI dan Polri memilih bersikap netral pada pemilihan umum 2014 mendatang meskipun panitia khusus (pansus) revisi UU 10 Tahun 2008 tentang pemilu anggota DPR, DPD, dan DPRD membuka peluang memulihkan kembali hak memilih TNI-Polri.

Menurut Kababinkum TNI Mayjen TNI S. Supriyatna, pilihan untuk tetap bersikap netral dilatarbelakangi adanya peraturan yang mendukung seperti pasal 39 UU 34/2004 tentang TNI yang melarang prajurit TNI terlibat dalam kegiatan menjadi anggota parpol, kegiatan politik praktis, kegiatan bisnis dan kegiatan untuk dipilih menjadi anggota legislatif dalam pemilu dan jabatan politis lainnya.

Selain itu, secara internal Panglima TNI juga telah mengeluarkan instruksi No 1/VII/2008 yang intinya prajurit TNI tidak menggunakan hak memilih dalam pemilu maupun pemilukada agar status TNI tetap netral dalam politik. Pasalnya, TNI merupakan aset bangsa dan andalan negara dalam menjaga stabilitas kedaulatan negara.

"Kalau prajurit TNI dberi hak memilih dalam pemilu maupun pemilukada dapat memicu konflik dan perpecahan dalam tubuh TNI. Dengan begitu netralitas dan independensi TNI akan hilang, bahkan memungkinkan terjebak dalam konflik kepentingan di antara politisi," kata. Supriyatna dalam rapat kerja dengan pansus RUU Pemilu di Gedung DPR, Jakarta, Rabu.

Sementara itu, Kadivkum Mabes Polri, Irjen Pol Mudji Waluyo mengungkapkan, sejak wacana hak pilih anggota Polri pada pemilu 2014 kembali digulirkan, banyak pro dan kontra bermunculan maupun berpandangan netral.

Perbedaan pandangan itu, kata Mudji, merupakan dinamika politik karena Polri merupakan elemen politik nasional dalam kerangka politik dan keamanan.

Oleh karena itu, pro dan kontra wacana hak pilih Polri dalam panggung politik memerlukan kajian lebih jelas dan mendalam mengingat selama ini sesuai kebijakan politik pemerintah, pada setiap penyelenggaraan pemilu, Polri belum menggunakan hak pilihnya, seperti diatur dalam UU Polri pasal 28 ayat 1 sampai 3.

"Jadi, kalau hak memilih Polri diberikan pada pemilu 2014, dalam implementasinya akan berdampak kurang kondusif pada institusi Polri yaitu berpotensi terpecah belah karena kemungkinan anggota Polri akan berafiliasi pada pilihan politik yang berbeda sehingga soliditas Polri akan melemah dan pelaksanaan tugas Polri dalam pengamanan pemilu akan terganggu," terangnya.

Dia menegaskan, Polri tetap berpedoman pada pasal 28 UU Polri untuk memelihara netralitasnya dalam kegiatan politik praktis sehingga menunjang tugasnya mendukung kelancaran pembangunan dan penyelenggaraan demokrasi di Indonesia.

"Tapi kalau dalam perkembangan politik hukum dan ketatanegaraan menghendaki anggota Polri menggunakan hak pilih secara aktif, yang harus dilakukan dulu adalah merevisi pasal 28 UU Polri," kata Mudji.(zul)

Pewarta: Zul Sikumbang
Editor: Desy Saputra
COPYRIGHT © ANTARA 2011