Nusa Dua, Bali (ANTARA News) - Laut China Selatan sangat strategis posisinya; dari perairan itu terhubung Semenanjung Malaya hingga Semenanjung Korea dan Kepulauan Jepang. Namun banyak masalah kini terjadi di antara negara yang berbatasan di sana.




Namun ASEAN punya mekanisme tersendiri untuk mengatasi kemelut itu agar tidak semakin meluas dan serius. Salah satu caranya adalah menyusun dan memberlakukan kesepakatan perilaku dalam dokumen mengikat bernama Deklarasi Perilaku di Laut China Selatan.




Ini satu produk awal pada KTT Ke-19 ASEAN di Nusa Dua, Bali, yang dinilai Sekretaris Jenderal ASEAN, Surin Pitsuwan, menjadi masa sangat penting dan positif bagi stabilitas keamanan di sana. ASEAN makin solid.




"Kemajuan sangat signifikan telah kita capai bersama. Yang paling pokok adalah tercipta kesatuan pendapat ASEAN sehingga kita bisa berbicara dengan negara lain yang berkepentingan di Laut China Selatan," katanya di Nusa Dua, Bali, Rabu. 




Di dalam ASEAN, ada Filipina dan Vietnam yang mengklaim kepemilikan laut yang juga dikenal sebagai Laut Kuning itu. Guna mengentaskan perselisihan di dalam perhimpunan negara serumpun ini, diperlukan satu lagi instrumen berupa kode etik tentang pengelolaan wilayah perairan itu. 




Di luar ASEN, ada China yang juga mengajukan klaim yang sama. Indonesia dan Malaysia juga pernah mengalami kemelut serupa pada 2004 atas perairan yang berada di perairan Ambalat, wilayah perairan di perbatasan kedua negara; namun akhirnya tercipta mekanisme dan pemahaman bersama tentang hal itu. (*)


Pewarta: Ade P Marboen
Editor: Ade P Marboen
COPYRIGHT © ANTARA 2011