Jakarta (ANTARA) - Aktivis perempuan dari Indonesia Feminis Anindya Shabrina merekomendasikan lima strategi yang dapat ditempuh oleh Pemerintah, aparat penegak hukum, organisasi masyarakat sipil, ataupun masyarakat secara umum untuk mencegah terjadinya kekerasan seksual di Indonesia.

“Terkait dengan pencegahan kekerasan seksual, ada beberapa strategi yang saya rangkum,” ujar Anindya saat menjadi narasumber dalam Webinar Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual Universitas Katolik Parahyangan Bandung bertajuk “Stop Normalizing Sexual Harrasment”, sebagaimana dipantau di Jakarta, Kamis.

Lima strategi tersebut, lanjut dia, adalah membentuk norma sosial yang menolak kekerasan seksual, mengajarkan kemampuan (skill) untuk mencegah kekerasan seksual, menyediakan kesempatan untuk memberdayakan perempuan, menciptakan lingkungan yang protektif, dan mendukung korban atau penyintas guna mengurangi dampak kekerasan seksual.

Lebih lanjut, menurut Anindya, pembentukan norma yang menolak kekerasan seksual menjadi strategi pencegahan yang dapat dilakukan oleh bangsa Indonesia karena masih ada sejumlah lingkungan masyarakat yang menganut norma menormalkan kekerasan seksual.

“Karena masih dijumpai adanya norma yang menormalkan kekerasan seksual, maka kita harus membentuk norma yang menolak kekerasan seksual,” kata dia.

Lalu dalam menerapkan lima strategi tersebut, Anindya pun menyampaikan beberapa pendekatan yang dapat ditempuh.

Pertama, ujar dia, masyarakat perlu mendorong anak laki-laki dan laki-laki dewasa untuk terlibat dalam pencegahan kekerasan seksual.

Pendekatan tersebut, menurut Anindya, perlu dilakukan karena walaupun kekerasan seksual bisa dialami laki-laki dan perempuan, tidak bisa dipungkiri bahwa masih ada budaya patriarki di beberapa lingkungan masyarakat yang membuat pelaku kekerasan seksual didominasi oleh laki-laki.

“Jadi, dalam melakukan pencegahan kekerasan seksual, kita harus melibatkan anak laki-laki,” lanjut dia.

Selanjutnya, ujar Anindya melanjutkan, strategi pencegahan kekerasan seksual juga dapat dilakukan melalui pendekatan berupa edukasi kepada masyarakat tentang bahaya kekerasan seksual, komunikasi yang baik terhadap sesama untuk lebih saling peduli dan menghormati, serta mempromosikan seksualitas yang sehat.

Baca juga: MPR-LPSK jadikan rumah aspirasi pusat pengaduan kekerasan seksual
Baca juga: UU TPKS wujud perjuangan Kartini masa kini
Baca juga: Baleg DPR: UU TPKS beri penegasan menindak kasus kekerasan seksual

Pewarta: Tri Meilani Ameliya
Editor: Tasrief Tarmizi
COPYRIGHT © ANTARA 2022