Jakarta (ANTARA News) - Pengamat korupsi Teten Masduki menyarankan perlunya audit terhadap penyelesaian yang telah dilakukan obligor, termasuk Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI), karena hingga saat ini tidak ada laporan yang transparan menyangkut hal itu. "Obligor yang sudah menyelesaikan kewajiban kemudian diberi release and discharge yang harus diaudit atau direview lagi, karena saat itu tidak jelas, tidak transparan apakah benar mereka sudah betul-betul menyelesaikan kewajiban kemudian diampuni," kata Teten. Teten menyatakan hal itu di sela Workshop Membangun Integritas Bangsa Melalui Gerakan Pemberantasan Korupsi, di Gedung Bank Indonesia (BI), Jakarta, Rabu. Ia menyatakan ketidakyakinannya bahwa obligor-obligor yang telah mendapat release and discharge telah betul-betul menyelesaikan kewajibannya. "Saya tidak yakin mereka telah menyelesaikan kewajibannya karena (Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) tidak transparan. BPPN waktu itu hanya menyatakan bahwa mereka koperatif," kata Teten. Menurut dia, penyelesaian kewajiban oleh obligor itu harus direview kembali dan jika ditemukan penyimpangan, maka harus diproses lagi. Sementara itu, menanggapi rencana pengembalian dana BLBI oleh sejumlah obligor, Teten mengemukakan pemerintah harus tetap mengedepankan pendekatan hukum dalam menangani kasus-kasus itu, dan tidak menggunakan pendekatan kompromi. "Penegakan hukum yang sudah mulai membaik dan membuat obligor takut kemudian kembali ke Indonesia harus diteruskan. Ini harus dimanfaatkan oleh pemerintahan SBY. Jangan membuat kompromi-kompromi dengan obligor yang justru akan melemahkan upaya penegakan hukum," katanya. Menanggapi upaya pemberantasan korupsi di Indonesia, Teten menyatakan pendekatan yang dikembangkan selama ini lebih banyak bersifat institusional reform yang ditandai dengan banyaknya institusi, namun minim peran masyarakat. Mengutip hasil studi yang pernah dilakukan sebelumnya, Teten menyebutkan ada tiga prasyarat keberhasilan upaya pemberantasan korupsi. Persyaratan itu adalah adanya keterlibatan masyarakat dalam upaya pemberantasan korupsi, adanya political will yang antara lain ditunjukkan dengan kemudahan untuk memeriksa elit, dan adanya institusi yang kuat untuk menangani masalah tersebut. "Upaya pemberantasan korupsi di Indonesia masih bersifat institusional, upaya penciptaan good governance hanya dijadikan proyek di instansi yang ada," kata Teten. (*)

COPYRIGHT © ANTARA 2006