Surabaya (ANTARA News) - Wakil Mendikbud bidang Kebudayaan Prof Wiendu Nuryanti menegaskan bahwa bahasa daerah, termasuk Bahasa Jawa telah menjadi inspirasi bagi bangsa Indonesia.

"Bahasa itu menunjukkan kemampuan budaya suatu etnik tertentu dan Bahasa Jawa banyak mengajarkan petuah yang memiliki kedalaman makna," katanya di Surabaya, Minggu malam.

Ia mengemukakan hal itu dalam sambutan mewakili Mendikbud Mohammad Nuh pada pembukaan Kongres Bahasa Jawa ke-5 (KBJ5) yang diikuti ratusan peserta, termasuk perwakilan asing seperti Slamet Paul Sumoharjo (Suriname) dan George Quinn (Australia).

"Bahasa Jawa dikenal halus, santun, dan berkedalaman makna, karena banyak petuah dan ajaran yang akhirnya menjadi inspirasi dalam kehidupan keseharian dan kehidupan berbangsa/bernegara," katanya.

Dalam KBJ5 yang juga dihadiri Gubernur Jatim Soekarwo, perwakilan provinsi Jatim, Jateng, dan Yogyakarta, serta kesultanan dari Yogyakarta, Surakarta, dan Cirebon itu, Wamendikbud mencontohkan sejumlah petuah Jawa.

"Bhinneka Tunggal Ika Tan Hana Dharma Mangruwa mengajarkan kepada kita, bagaimana berbeda tapi tetap satu, bagaimana menghargai perbedaan dan tenggang rasa, walau kita beragam," katanya.

Atau, petuah "Sugih Tanpa Bondho" yang mengajarkan kekayaaan material itu bukan segalanya, melainkan kekayaan spiritual itulah yang utama. Atau, petuah "Nglurug Tanpa Bondho, Menang Tanpa Ngasorake" yang mengajarkan kemenangan tanpa mempermalukan. "Itu win win solution," katanya.

Atau, petuah "Melu Handarbeni, Melu Hangruwebi" yang mengajarkan rasa ikut memiliki, ikut menjaga, dan ikut bertanggung jawab. "Tapi, semua petuah itu mulai diabaikan seiring dengan kecenderungan peran bahasa daerah yang tenggelam akibat penggunaan bahasa nasional dan juga bahasa asing," katanya.

Oleh karena itu, ia berharap KBJ5 akan menelurkan rekomendasi tentang strategi pengembangan bahasa dan budaya Jawa untuk ditanamkan sejak dini kepada generasi muda.

"Kalau dulu, nilai-nilai itu diajarkan sejak dini lewat cerita, tembang/lagu, dan sejenisnya, maka sekarang mungkin saja menggunakan sarana teknologi digital atau lewat jalur pendidikan," katanya.

Sementara itu, Gubernur Jatim Dr H Soekarwo SH MHum mengatakan, di antara ribuan bahasa di dunia, bahasa Jawa telah menjadi bahasa dengan peringkat ke-11 untuk penutur bahasa terbanyak.

"Tentu, hal itu perlu dijadikan evaluasi oleh peserta KBJ5, apakah bahasa dan sastra Jawa sekarang masih mampu menjadi sumber budi pekerti, sumber kesejahteraan masyarakat, dan apakah masih mampu menangkal perubahan," katanya.

Sependapat dengan Wamendikbud, Gubernur Soekarwo menilai Jawa itu bagian penting dari Indonesia, karena itu harus memberi solusi. "Njawani itu bukan menjadi Jawa, tapi mengerti dengan etika dan moral," katanya.

Secara terpisah, anggota panitia bidang dokumentasi, informasi, dan publikasi pada KBJ5, Aryo Tumoro, menjelaskan kongres berlangsung di Surabaya pada 27-30 November.

"Peserta KBJ-5 mencapai 600 orang dan mereka akan dibagi dalam lima komisi yang membahas 50 makalah yang merupakan makalah terpilih dari 108 makalah yang diterima panitia, namun ada juga 25 makalah yang dimasukkan prosiding, di antaranya makalah peneliti dan pejabat," katanya.

Inti makalah berkaitan dengan pembelajaran Bahasa Jawa yang mendorong pembentukan karakter melalui budi pekerti mulia dan menghargai kearifan lokal, serta upaya untuk menjadikan Bahasa Jawa sebagai bahasa daerah yang diajarkan di sekolah.

"Sastra Jawa seperti tembang macapat, ilir-ilir Sunan Kalijogo, dan juga dolanan Jawa serta pengembangan Bahasa Jawa di kalangan gereja (Katholik) dan pesantren (Islam) juga akan dikaji dalam KBJ-5, termasuk pemasyarakatan Bahasa Jawa melalui media online," katanya.

(E011/I007)

Editor: Suryanto
COPYRIGHT © ANTARA 2011