Indramayu (ANTARA) - Jika Anda sedang berlibur di Indramayu tak ada salahnya ada mencoba belajar seni tradisi daerah setempat seperti topeng, wayang cepak, hingga gamelan di Sanggar Jaka Baru di Jalan Raya Gadingan, Kecamatan Sliyeg, Kabupaten Indramayu, Jawa Barat.

Baca juga: Oleh-oleh topeng dan wayang cepak diburu pemudik yang lewati Indramayu

Manajer Sanggar Jaka Baru Sadim mengatakan bahwa selain menjual kerajinan dan menyewakan alat-alat seni tradisi, pihaknya juga sangat terbuka jika ada pengunjung yang ingin belajar di sanggar tanpa mematok tarif.
 
"Pengunjung bisa belajar membuat topeng, wayang golek, belajar gamelan, semuanya bisa. Untuk biaya, itu seikhlasnya saja," kata Sadim saat ditemui ANTARA, dikutip Senin.
 
Sadim mengatakan, pihaknya memang sengaja tak mematok biaya khusus. Menurutnya, hal yang paling penting adalah adanya kemauan masyarakat untuk belajar seni tradisi.
 
"Kalau mau belajar seni, yang penting ada kemauan untuk belajar di sini. Silakan, siapa saja boleh, yang penting bisa meneruskan kesenian tradisi di sini," ujar Sadim.
 
Sanggar Jaka Baru didirikan oleh maestro dalang Ki Warsad Darya pada tahun 1964 dan baru diresmikan oleh pemerintah Indramayu pada tahun 1994. Ki Warsad Darya sendiri telah aktif menjadi dalang untuk wayang cepak sejak tahun 1962, saat dia masih berusia 19 tahun.
 
Selama menjadi dalang, dia telah melakukan pementasan baik di dalam negeri maupun di luar negeri. Bahkan, dia membuat wayangnya sendiri. Namun seiring bertambahnya usia, pembuatan wayang kini dibantu oleh keluarga, termasuk Sadim yang merupakan keponakannya.


Baca juga: Anggota DPD salut Sanggar Wasundari konsisten ajarkan melukis wayang
 
Maestro dalang Ki Warsad Darya di Sanggar Jaka Baru, Indramayu, Jawa Barat. (ANTARA/Suci Nurhaliza)
 
"Mulai mendalang tahun 1962, usia masih 19 atau 18 tahun. Dinamakan Sanggar Jaka Baru, karena waktu itu saya masih jejaka, belum punya istri," kata Ki Warsad Darya.
 
"Se-Pulau Jawa ini sudah keisi semua, paling jauh pentas di Jepang. Tahun 1960-1970-an, satu ada bisa ada 150 pentas," kenang dia.
 
Namun, seiring berkembangnya zaman, Ki Warsad menyayangkan bahwa minat untuk seni tradisi seperti wayang cepak semakin berkurang.
 
"Zaman dulu, kalau hajatan itu nanggap wayang. Sekarang sih orang yang mampu (untuk hajat) kadang siang aja (enggak nanggap wayang)," ujar Ki Warsad.
 
Untuk itu, dengan didirikannya Sanggar Jaka Baru, diharapkan seni tradisi termasuk wayang cepak dapat terus lestari dan tidak tergerus zaman.
 
Sebagai informasi, wayang cepak atau wayang papak merupakan kesenian wayang yang berkembang di Indramayu, Cirebon, dan sekitarnya. Perbedaannya dengan wayang golek adalah wayang cepak memiliki bentuk seperti mahkota di kepalanya.
 
Selain itu, lanjut dia, wayang cepak dan wayang golek biasa juga memiliki perbedaan dari sisi cerita dan penokohan.
 
"Satu golek cepak bisa jadi empat (karakter), tidak seperti wayang golek yang satu wayang bener-bener cuma buat satu (karakter) wayang aja. Enggak seperti wayang kulit yang Arjuna ya Arjuna saja. Ini enggak mesti," jelas Ki Warsad.


Baca juga: Sempat terhenti, DKI kembali gelar pertunjukan wayang di Museum Wayang

Baca juga: Pelukis wayang klasik Kamasan tak surutkan talentanya saat COVID-19

Baca juga: Sekum Muhammadiyah: Sejarah Islam, wayang media dakwah yang efektif

Pewarta: Suci Nurhaliza
Editor: Ida Nurcahyani
COPYRIGHT © ANTARA 2022