Jakarta (ANTARA News) - Indonesia berharap peristiwa pemboman Masjid Emas Samarra, Irak, yang didedikasikan untuk Imam Ali Al-Hadi dan putranya Hassan Al-Askari, tidak memicu konflik lebih dalam antara kaum Syiah dan Sunni. Pernyataan tersebut dikemukakan oleh Juru Bicara Departemen Luar negeri Yuri O Thamrin kepada wartawan di Jakarta, Kamis. "Kita juga turut prihatin atas peristiwa tersebut dan berharap agar hal itu tidak memicu kerusuhan," kata Yuri. Para pemuka atau tokoh kaum Sunni dan Syiah, kata dia, diharapkan juga dapat mengendalikan pengikutnya masing-masing untuk menghindari konflik yang berlarut. "Diharapkan semua pihak bisa menahan diri sambil mengupayakan penyelesaian sesuai jalur hukum agar situasi sulit ini tidak berkembang lebih lanjut," katanya. Peristiwa pemboman yang terjadi Rabu (22/2) itu merusak kubah terkenal masjid tersebut, salah satu dari empat tempat paling suci kaum Syiah di Irak. Ledakan kuat itu menghancurkan kubah sepuhan musoleum Imam Ali al-Hadi, yang berusia 1.000 tahun, di kota Samara, Irak utara, mengakibatkan ketakutan akan perang saudara antara mayoritas berkuasa Syiah dan elite terguling Sunni. Serangan yang menghancurkan kubah salah satu dari masjid tersuci Syiah di dunia, memicu balasan atas 27 masjid Sunni di Bagdad dan menewaskan enam orang. Menurut AFP, di Bagdad, kerumunan orang membunuh tiga ulama dan tiga anggota jemaah dalam serangannya atas 27 masjid Sunni. Di Syiah selatan, kerumunan orang menyerbu kantor partai politik Sunni di Basra, menewaskan satu orang dan mencederai beberapa orang lain, kata polisi tanpa merinci. Kumpulan itu mengabaikan imbauan petinggi agama Syiah, Ayatollah Agung Ali al-Sistani, yang menyeru masyarakatnya tetap tenang dan menahan diri tidak membalas. Sementara itu dengan melambaikan bendera hijau Islam dan bewarna bangsa Irak, ribuan warga Syiah sebelumnya turun ke jalan Samara, 125 kilometer utara Bagdad, serta bersumpah menghukum penanggung jawab serangan itu.(*)

Editor: Heru Purwanto
COPYRIGHT © ANTARA 2006