Banda Aceh (ANTARA News) - Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI akan mempertanyakan kinerja Badan Rehabilitasi dan Rekonstruksi (BRR) yang dituding lamban oleh masyarakat korban tsunami di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam (NAD). "Bukan anda (wartawan) saja yang mempertanyakan kelambanan kinerja BRR, tetapi masyarakat korban tsunami juga mempertanyakannya itu," kata Kepala BPK Anwar Nasution usai menyaksikan acara penandatanganan kerja sama BPK dengan DPRD Provinsi dan kabupaten/kota se-NAD di Banda Aceh, Jumat. Ia menilai, selama ini banyak tudingan miring mengarah kepada BRR NAD-Nias, seperti lambannya kinerja lembaga itu, yang bertanggung jawab membangun kembali Aceh dan Nias pascabencana gempa dan tsunami, 26 Desember 2004. Menurut Anwar, pihaknya akan memanggil BRR dan mempertanyakan soal kelambanan kinerja lembaga rekonstuksi dan rehabilitasi yang dibentuk April 2005. BPK juga berjanji akan menelusuri akar permasalahan lambannya BRR bekerja di Aceh dan Nias. Lebih lanjut, ia menyatakan BPK akan segera memeriksa keuangan BRR yang bersumber APBN dan dana bantuan kemanusiaan untuk bencana akhir tahun 2004. "Untuk mempercepat proses itu BPK mendirikan kantor perwakilannya di Banda Aceh," tambahnya. BPK dan DPRD provinsi serta 21 kabupaten/kota di Aceh menandatangani kesapakatan bersama mengawasi pengelolaan keuangan pemerintah setempat. Penandatangan kesepakatan tersebut juga disaksikan Inspektur Jenderal Departemen Dalam Negeri, penjabat Gubernur NAD Mustafa Abubakar dan sejumlah bupati/walikota. Anwar Nasution mengatakan kesepakatan itu bertujuan untuk mengatur tatacara penyerahan laporan pemeriksaan BPK atas pengelolaan keuangan daerah. "Laporan dari BPK akan diserahkan kepada DPRD," tambahnya. Menurut dia, kesepakatan itu untuk membangun transparansi dan akuntabilitas keuangan serta memulihkan kembali hak bujet DPRD yang selama ini dinilai belum berfungsi baik. Kerja sama itu juga sejalan dengan otonomi daerah, menyusul banyaknya dana yang dikucurkan ke kabupaten/kota. "Kucuran dana perimbangan pusat dan daerah yang sangat besar itu perlu dikendalikan dan dievaluasi. DPRD memiliki fungsi pengawasan, wajib mengontrol pengelolaan uang rakyat oleh pemerintah daerah," kata Anwar. Ia mengatakan setiap laporan pengelolaan keuangan daerah, baik bersumber dari APBN maupun APBD, harus melewati periksaan BPK sebelum diajukan ke DPRD untuk memperoleh persetujuan. "Saya minta jika ada temuan penyimpangan maka masalah itu dapat diserahkan kepada aparat penegak hukum. Penegak hukum kita minta dapat menindaklanjuti temuan-temuan penyimpangan, sehingga tercipta pemerintahan yang bersih," katanya. Ia juga minta kepada para ketua dan anggota DPRD provinsi dan kabupaten/kota di Aceh agar dapat memanfaatkan hasil laporan pemeriksaan BPK seoptimal mungkin. "Itu kita lakukan sebagai salah satu upaya mempercepat pemberantasan KKN yang telah merusak sendi kehidupan," kata Anwar Nasution.(*)

Editor: Heru Purwanto
COPYRIGHT © ANTARA 2006