Jakarta (ANTARA News) - Peraturan Bersama Menteri Agama (Menag) dan Menteri Dalam Negeri (Mendagri) pengganti Surat Keputusan Bersama (SKB) dua Menteri No 1 tahun 1969 tetap akan disahkan meskipun ada catatan dari semua majelis agama. "Tidak benar ada penolakan dari kelompok Kristen, yang benar ada beberapa pasal yang diberi catatan. Soal catatan, semua majelis agama memang memberi catatan," kata Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Departemen Agama (Depag), Atho` Mudzhar, yang dihubungi dari Jakarta, Sabtu. Ia membantah bahwa kelompok Kristen menyangkal hasil revisi SKB yang sebelumnya telah disepakati oleh semua majelis agama dan kini sudah ditangani oleh pakar bahasa. Pada draft, SKB hasil revisi itu akan berjudul Peraturan Bersama Menag dan Mendagri tentang "Pembinaan kerukunan umat beragama, pembentukan Forum Kerukunan Umat Beragama dan Pendirian Rumah Ibadat di Daerah". Pada Jumat pagi, Partai Damai Sejahtera (PDS) melakukan pertemuan dengan Menag dan Mendagri bersama beberapa tokoh dan ormas agama Kristen yang menyatakan penolakan revisi SKB sekaligus meminta SKB No 1/1969 dicabut. Atho mengatakan, pihaknya akan kembali bertemu dengan semua majelis agama sebelum peraturan tersebut ditandatangani oleh kedua Menteri. Ia juga menyatakan tidak akan berandai-andai akan kembali ke SKB yang lama No 1 tahun 1969, jika Peraturan Bersama Menag dan Mendagri hasil revisi SKB itu benar-benar ditolak atau dimentahkan lagi. Sebelumnya Atho mengatakan, SKB No 1/1969 hanya terdiri atas enam pasal yang multi tafsir seperti tidak adanya kejelasan siapa yang disebut Pemda, pejabat pemerintah di bawahnya yang dikuasakan untuk itu, serta tak jelas siapa yang disebut ulama atau rohaniawan setempat. Atho mengatakan, sebab-sebab munculnya permasalahan pada pendirian rumah ibadat di lapangan karena tidak jelasnya persyaratan minimal mendirikan rumah ibadat, batas waktunya dan tak adanya komunikasi antar pemuka agama setempat. Selain itu rumah tinggal sering disalahgunakan sebagai rumah ibadat yang dihadiri bukan oleh warga setempat, serta tidak transparannya rencana pembangunan rumah ibadat pada penduduk di sekitar lokasi. SKB, menurut dia, tidak menghalangi kebebasan beragama untuk membangun rumah ibadah karena sejak tahun 1977 hingga 2004 jumlah rumah ibadah telah bertumbuh sangat pesat. Menurut data Depag, rumah ibadah Islam mengalami kenaikan 64,22 persen dari 392.044 menjadi 643.834 pada tahun 2004. Sementara rumah ibadah umat Kristen melonjak 131,38 persen dari 18.977 menjadi 43.909, dan Katholik 152,79 persen dari 4.934 menjadi 12.473 bangunan pada tahun 2004.(*)

Editor: Ruslan Burhani
COPYRIGHT © ANTARA 2006