Manila (ANTARA News) - Media Filipina, Minggu, mengecam penggeledahan yang dilakukan polisi terhadap kantor sebuah suratkabar oposisi, sebagai bagian dari tindakan pemerintah terhadap "destabiliasasi," dan memperingatkan agar tidak memberangus pers. Penggeledahan terhadap kantor suratkabar Daily Tribune di Manila, Sabtu pagi, adalah bagian dari tindakan keras terhadap oposisi menyusul pengumuman Presiden Gloria Macapagal Arroyo Jumat untuk bmemberlakukan keadaan darurat. "Siapapun yang terkesan berusaha memberangus pers di bumi kekuatan rakyat ini adalah orang yang sangat bodoh atau kenekadan yang luar biasa," kata suratkabar Philippine Star yang berperedaran luas dalam satu tajuk rencananya, sebagaimana dikutip AFP. Polisi menyita dokumen-dokumen dan menempatkan polisi di pintu kantor suratkabar tersebut. Direktur Jenderal Arturo Lomibao, kepala polisi nasional, mengemukakan kepada wartawan bahwa pemerintah "untuk sementara" mengambil alih suratkabar itu, sementara melakukan penyelidikan yang mungkin sebagai sumber destabilisasi. Tetapi Michael Defensor, kepala staf presiden, Sabtu mengatakan ia telah memberikan perintah kepada polisi "agar tidak mengganggu " suratkabar itu. Suratkabar itu terbit Minggu dengan sebuah surat halaman depan yang hitam dari redaksi dan penerbit, Ninez Cacho Olivares, yang menyebut penggeledahan itu sebagai "pembusukan hukum darurat". Ia mengatakan produksi edisi Minggunya tidak terganggu. Pilih tanggal sama Suratkabar Manila Times dalam tajuk rencananya mengatakan:" Pengeledahan terhadap Daily Tribune membuat kami memperkirakan bahwa benarlah kata para politikus oposisi yang memperingatkan tentang "hukum darurat bergerak dengan pelan-pelan." Profesor Randy David, yang ditahan Jumat setelah keadaan darurat diumumkan dan kemudian dilepas, mengatakan dalam tulisannya di suratkabar Philippine Daily Inquirer: "Pada pukul 09:00 24 Februari 1986, 20 tahun lalu Marcos tampil di Saluran 4 televisi didampingi oleh para jenderal, untuk mengumumkan keadaan darurat di seluruh negara. "Betapa anehnya bahwa Arroyo harus memilih tanggal yang sama untuk mengumumkan tindakan yang sama untuk menindas persekongkolan yang sama antara kelompok ekstrim kiri dan ekstrim kanan." Sementara itu, Perhimpunan Wartawan Nasional Filipina, Minggu melakukan pertemuan untuk menggkordinasi tanggapannya terhadap tindakan itu. Perhimpunan itu mengatakan pihaknya akan mengirim sepucuk surat secara resmi untuk meminta Arroyo mencabut pengumumannya tentang keadaaan darurat itu. Pengumuman itu adalah suatu "pembunuhan besar-besaran dan harus segera dicabut," kata Isgani Yambot, penerbit Philippine Daily Inquirer dan menambahkan itu adalah satu "bahaya nyata terhadap kebebasan untuk menyatakan pendapat". (*)

COPYRIGHT © ANTARA 2006