Nusa Dua, Bali (ANTARA News) - Indonesia menyelenggarakan Forum Demokrasi Bali (BDF) untuk keempat kali secara berturut-turut sejak 2008 dan forum yang inklusif dan tak menggurui itu tetap relevan dengan perkembangan di kawasan.

Presiden Susilo Bambang Yudhoyono membuka BDF IV di Nusa Dua, Bali, Kamis pagi, setelah Menteri Luar Negeri R.M. Marty M. Natalegawa menyampaikan laporannya.

BDF, yang merupakan forum tahunan antarpemerintah di tingkat menteri diikuti negara-negara demokrasi dan negara-negara yang beraspirasi menjadi lebih demokratis di kawasan Asia dan sekitarnya, merupakan inisiatif Indonesia bagi pembangunan dan penguatan institusi-institusi demokrasi di tingkat regional, dan pertama kali diselenggarakan pada 10-11 Desember 2008.

Tujuan BDF pada pokoknya adalah untuk menciptakan forum regional yang mendorong pembangunan politik, melalui dialog dan pertukaran pengalaman dan kerja sama internasional, guna memperkuat institusi demokrasi di kawasan. Selain itu, juga untuk memulai suatu proses pembelajaran dan berbagi diantara negara di kawasan sebagai strategi untuk mencapai terpeliharanya perdamaian, stabilitas, dan kemakmuran di kawasan Asia dan sekitarnya.

Pada akhir setiap BDF, dihasilkan sebuah Chairman`s Statement, yang merupakan refleksi pandangan dan komitmen negara-negara peserta untuk melakukan kerja sama di bidang pemajuan demokrasi.

BDF I diselenggarakan pada 10-11 Desember 2008 dengan tema

"Building and Consolidating Democracy: a Strategic Agenda for Asia", di mana Australia bertindak sebagai co-chair. BDF II diselenggarakan pada tanggal 10-11 Desember 2009, mengambil tema

"Promoting Synergy between Democracy and Development in Asia: Prospects for Regional Cooperation" dengan Jepang sebagai co-chair. BDF III diselenggarakan pada 9-10 Desember 2010 dengan tema

"Democracy and the Promotion of Peace and Stability" dan Korea Selatan sebagai co-chair. BDF IV akan diselenggarakan pada 8-9 Desember 2011.

Minat dan ketertarikan untuk menghadiri BDF terus meningkat dari tahun ke tahun sejak penyelenggaraan pertama tahun 2008, baik dari kawasan Asia maupun dari luar kawasan seperti Afrika dan Eropa.

Pada BDF I, jumlah negara yang hadir baik sebagai peserta maupun pengamat atau peninjau adalah 40 negara, BDF II sejumlah 48 negara peserta dan peninjau, dan BDF III sejumlah 86 negara peserta dan peninjau.

Ini menunjukkan makin tingginya penghargaan negara-negara Asia maupun kawasan lain kepada BDF dan bagaimana BDF dan demokrasi telah menjadi agenda strategis di kawasan. BDF juga menghasilkan banyak inisiatif kerja sama yang berdampak pada penguatan institusi demokrasi negara-negara di Asia.

BDF juga telah menjadi arsitektur kawasan yang mendapat perhatian berbagai negara di bidang pemajuan demokrasi.

Untuk melaksanakan hasil-hasil BDF, maka Pemerintah Indonesia membentuk Institute for Peace and Democracy (IPD) dan tugas IPD pada pokoknya adalah mendorong pertukaran pandangan dan pengalaman melalui berbagai kegiatan seperti antara lain lokakarya, seminar, kuliah umum, election visit, pelatihan bagi aparatur negara, dan memperluas jejaring.

Untuk jangka-panjang, IPD diharapkan menjadi "center of excellence" di kawasan maupun di tingkat global. Bali Democracy Forum (BDF) IV merupakan forum pertemuan dihadiri delegasi dari berbagai negara yang membicarakan dan mendiskusikan mengenai perkembangan demokrasi dari berbagai sudut pandang.

BDF IV 2011
Menteri Luar Negeri Marty Natalegawa, Rabu (7/12) malam usai mendampingi Presiden Yudhoyono bertemu Perdana Menteri Bangladesh Sheikh Hasina mengatakan, dalam BDF IV ini Indonesia selaku penyelenggara terus mengembangkan forum tersebut sehingga menjadi salah satu forum yang cukup dikenal membicarakan perkembangan demokrasi secara luas.

"Indonesia dengan menggelar forum ini untuk keempat kali ingin berkontribusi, ini forum satu-satunya khusus membahas masalah demokrasi. Dari segi asas manfaat penting dan kita bisa tampilkan Indonesia sebagai negara terdepan mempromosikan demokrasi," kata Marty.

Ia menjelaskan, dalam penyelenggaraan BDF IV ini kehadiran kepala negara atau kepala pemerintahan meningkat dibandingkan perhelatan sebelumnya.

"Jumlah (kepala negara yang hadir-red) tahun lalu ada tiga orang. Kali ini ada delapan, dari segi jumlah kepala negara meningkat. Pejabat setingkat menteri yang hadir 25 orang bahkan negara peninjau ada tiga yang hadir. Ada 80 delegasi negara, ini semakin menunjukkan BDF bagian arsitektur demokrasi," katanya.

Bila tahun-tahun sebelumnya Indonesia mengajak Jepang, Australia dan Korea Selatan sebagai ketua bersama BDF, maka tahun ini giliran Bangladesh yang menjadi ketua bersama.

Menlu mengatakan hal tersebut sebagai upaya agar forum ini semakin luas cakupannya termasuk ke arah Asia Selatan.

"Presiden ingin forum cakupannya luas, kita telah menerima `co-chair` bersama Australia, Jepang dan Korea Selatan, dan kita melihat Asia Selatan dengan Bangladesh sebagai salah satu negara yang bisa memberikan sumbangsih penting," kata Marty.

Tema BDF, kata Menlu, semakin berkembang mengikuti isu terkini tentang demokrasi.

"Tema kali ini bagaimana negara menanggapi arah demokrasi. Perkembangan di Timur Tengah dan Afrika Utara. Aspirasi ke arah demokrasi bila tidak tertampung dengan baik bisa mengarah ke masalah keamanan. Bagaimana negara bisa menanggapi dengan baik harapan ke arah demokrasi itu," katanya.

BDF IV diawali dengan lokakarya yang menghadirkan Prof. Dr. Azyumardi Azra, Prof. Dr. Dewi Fortuna Anwar dan I Ketut Putra Erawan.

Para nara sumber dan peserta lokakarya sependapat bahwa BDF relevan dengan kejadian-kejadian di berbagai kawasan khususnya Timur Tengah, Afrika Utara dan Asia Tenggara.

"Sedikit banyak BDF memberi sumbangan bagi perubahan di Myanmar, dan beberapa negara lain," kata Azyumardi.

Mesir dan beberapa negara lain yang sedang berproses ke arah demokrasi kini belajar dari Indonesia, yang dengan BDF berbagi pengalaman.
(M016)

Oleh Mohammad Anthoni
Editor: Aditia Maruli Radja
COPYRIGHT © ANTARA 2011