Jakarta (ANTARA News) - Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (FITRA) mendesak Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyelidiki dugaan penyimpangan proyek kartu tanda penduduk elektronik (e-KTP) di Kementerian Dalam Negeri.

"Saya harap pimpinan KPK baru bisa membongkar permainan proyek e-KTP ini yang sarat dengan korupsi. Banyak keanehan dan kejanggalan dalam proyek ini dan tentunya sangat mengherankan jika KPK membiarkan hal ini," kata Koordinator Advokasi dan Investigasi Sekretariat Nasional FITRA, Uchok Sky Khadafi, di Jakarta, Kamis.

Menurutnya, KPK bisa mulai dengan menyelidiki nama-nama yang terindikasi terlibat permainan dalam proyek tersebut.

"Nama-nama yang selama ini menurut isu yang berkembang di masyarakat, seharusnya bisa diperiksa, apakah memang benar dia terlibat. Kasihan kalau isu itu ternyata tidak benar," katanya.

Uchok mengatakan, pimpinan baru KPK harus bisa membawa perubahan dengan memeriksa kasus-kasus korupsi besar dan tidak ragu untuk membongkar semuanya, termasuk yang diduga melibatkan orang partai. Ia yakin rakyat pasti mendukung langkah KPK tersebut.

"Tidak usah takut, sikat saja para pemain yang ada dalam partai-partai itu. Pimpinan KPK tentunya adalah orang-orang berpengalaman dan memiliki jaringan dan informasi mengenai permainan partai, sehingga tentunya bisa dimanfaatkan untuk membasmi semua pemain dalam partai," katanya.

Namun, Uchok mengingatkan agar dalam menyelidiki kasus yang melibatkan partai, pimpinan KPK tidak hanya terpaku pada kasus yang melibatkan partai tertentu saja, tapi benar-benar semua partai.

Uchok juga meminta Komisi II DPR RI segera membentuk panitia kerja (Panja) proyek program e-KTP. Sebab, proyek Kementerian Dalam Negeri senilai Rp5,9 triliun itu diduga kental penyimpangan dari perencanaan dasar serta bermuatan politis dan korupsi.

"Komisi II DPR harus membentuk Panja e-KTP sebagai fungsi pengawasan terhadap eksekutif, diantaranya Kementerian Dalam Negeri dalam pelaksanaan e-KTP," katanya.

Menurut Uchok, jika Komisi II DPR tak segera membentuk Panja e-KTP, maka semakin menguatkan kecurigaan masyarakat bahwa DPR telah "main mata" dalam proyek besar ini.

"Jangan sampai satu dua orang yang bermain tapi nanti berkembang opini bahwa semua bermain. Kami meminta Komisi II DPR untuk membentuk Panja e-KTP. Jika Komisi II DPR tidak mau membentuk panja, berarti komisi telah `masuk angin` untuk melakukan pengawasan kepada e-KTP," ujar Uchok.

Indikator proyek e-KTP sarat kepentingan politik, lanjut Uchok, DPR sama sekali mengabaikan pengawasan atas realisasi program ini, meskipun pelaksanaan di lapangan amat kacau.

Kecurigaan adanya korupsi e-KTP, ungkap Uchok, juga terlihat dari tidak terlibatnya Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP) melakukan pendampingan kepada panitia tender.

(T.S024/I007)

Editor: Ruslan Burhani
COPYRIGHT © ANTARA 2011