Jakarta (ANTARA News) - Kementerian Keuangan akan meningkatkan integritas para pegawai serta mendorong transparansi dan akuntanbilitas dalam setiap tindakan untuk menghindarkan terjadinya tindak penyelewengan korupsi di kalangan internal kementerian.

"Perbaikan kedepannya terus meningkatkan transparansi dan akuntabilitas dalam setiap tindakan. Kemudian dalam penyiapan dokumen perencanaan kita juga akan selalu kedepankan masalah-masalah integritas itu," ujar pelaksana tugas Sekretaris Jenderal Kementerian Keuangan Kiagus Ahmad Badaruddin di Jakarta, Jumat.

Kiagus menjelaskan lingkungan Inspektorat Jenderal, Direktorat Jenderal Pajak dan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai juga telah menerapkan sistem pengaduan "whistle-blowing" untuk melaporkan para pegawai yang diduga melakukan pelanggaran peraturan.

"Nantinya secara bertahap itu akan dibikin semua. Hasilnya sudah ada, yang data masuk kesana di evaluasi oleh Irjennya. Irjen yang evaluasi dan menindak lanjuti. Berdasarkan (sistem whistle-blowing) itu mereka bekerja," ujarnya.

Selain itu, untuk mencegah terjadinya penyelewengan, ia menambahkan, para pejabat eselon I di lingkungan Kementerian Keuangan juga telah diwajibkan untuk menyerahkan Laporan Harta Kekayaan Pejabat Negara (LHKPN) kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Bahkan, lanjut Kiagus, dalam lingkungan Direktorat Jenderal Pajak, pegawai setingkat account representative sudah harus menyerahkan LHKPN.

"Kalau di biasa-biasa itu sampai kepala kantor, eselon II wajib, eselon I itu wajib. Kemudian eselon III yang menjadi kepala kantor, kalau di pajak itu semua dan bea cukai juga semua. Realisasinya lebih dari 80 persen," ujarnya.

Sedangkan, terkait dugaan korupsi di lingkungan Kementerian Lembaga, Kiagus menyebutkan praktik tersebut kemungkinan masih ada terutama terkait pemalsuan dan rekayasa dokumen untuk mencairkan anggaran yang tidak bisa terserap tepat waktu pada akhir tahun.

"Misalnya orang melakukan di akhir tahun, uang ini hangus kalau tidak dicairkan, lalu dia menarik dengan membuat rekayasa itu, terus uangnya disimpan di rekening dia, pada saat itu sudah terjadi pelanggaran, tapi apakah selanjutnya uang itu dipakai untuk pribadi dia atau nanti dibayarkan ke proyeknya dengan jalan yang benar itu masalah lain," ujarnya.

Selain itu, upaya tindak korupsi yang dilakukan adalah membuka rekening untuk penjaminan suatu kegiatan namun setelah acara berakhir rekening tersebut tidak ditutup sehingga rekening tersebut tetap aktif untuk menampung aliran dana.

"Rekening itu diteliti sudah ada klasifikasinya, mana yang ditutup dan dilanjutkan ke proses hukum, mana yang kemudian teruskan tetapi dengan cara yang benar, dulu seperti itu," ujarnya.

Menurut dia, pemerintah bisa membekukan rekening pemerintah yang terbukti menjadi tempat penyimpanan uang hasil tindakan korupsi, namun apabila merupakan rekening pribadi hal tersebut tidak dimungkinkan.

"Kalau rekening pemerintah bisa dilakukan pembekuan oleh Menteri Keuangan selaku bendahara umum negara, tapi kalau rekening pribadi Kemenkeu tidak bisa membatasi, misalkan harus dua miliar paling tinggi, itu tidak bisa," kata Kiagus.

(T.S034/B012)

Editor: Ruslan Burhani
COPYRIGHT © ANTARA 2011