Klaten (ANTARA News) - Tim Penertiban Penambangan Bahan Galian Golongan C (P2BG2C) Kabupaten Klaten, Jawa Tengah, menilai para pengusaha tambang resmi di wilayah ini merugi akibat pembeli pasir berkurang.

Sekretaris P2B2GC Klaten Sri Sumanta di Klaten, Sabtu mengatakan, meruginya para pengusaha tambang resmi tersebut diakibatkan oleh sepinya pembeli pasir karena pascaerupsi Gunung Merapi 2010 beralih membeli di pihak petambang manual yang ada di alur Kali Woro yang kelimpahan material pasir.

"Sejak terjadi erupsi Merapi 2010, pembeli pasir di pengusaha tambang pemilik surat izin penambangan daerah (SIPD) sepi sehingga kini usaha mereka merugi dan mati suri," katanya.

Kondisi tersebut, kata dia, terlihat dari berkurangnya jumlah pengusaha tambang pemilik SIPD di Klaten, yakni semula 18 pengusaha, kini tinggal tujuh orang saja karena lebih dari separuh pemilik SIPD tidak memperpanjang masa berlaku perizinan tersebut.

"Dari tujuh pemilik SIPD yang masih ada, sekarang tinggal empat yang masih beroperasi di kawasan lereng Merapi, namun tetap saja kondisinya sepi karena kalah dengan penambangan tradisional di Kali Woro," tambahnya.

Menurutnya, para pembeli pasir lebih memilih mengambil pasir dari para petambang traisional Kali Woro karena selain ketersediaannya melimpah, harganya juga jauh lebih murah.

"Kualitas pasir yang keluar dari perut Merapi juga jauh lebih bagus, sehingga saat ini pasir dari pengusaha tambang resmi pemilik SIPD kalah dari berbagai segi," ujarnya.

Selain itu, kata dia, para pengusaha tambang yang selama ini beroperasi menggunakan alat berat sudah kewalahan menutup biaya operasional yang tidak seimbang dengan pemasukan, sehingga mereka lebih memilih menghentikan aktifitasnya.

Pihaknya mengaku pesimis pemilik SIPD masih akan bertahan sampai masa berlaku habis dua tahun ke depan jika melihat kondisi saat ini.

"Penyebab lain sepinya peminat pasir di perusahaan tambang resmi juga diakibatkan oleh adanya pembatasan lahan yang boleh ditambang sesuai dengan peraturan Undang-undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pernambangan Mineral dan Batu Bara, yakni luas lahan yang ditambang tidak lebih dari 25 hektare untuk seluruh petambang yang ada," kata Sumanta.

Akibat mati surinya penambangan resmi, kata dia, ratusan petambang yang semula ikut pengusaha pemilik SIPD tersebut kehilangan pekerjaan dan beralih ke profesi lain seperti menjadi kuli bangunan atau kerja serabutan. (ANT-279/M019)

Editor: Kunto Wibisono
COPYRIGHT © ANTARA 2011