Jakarta (ANTARA News) - Militer Swedia dilarang mencampuri urusan keamanan masyarakat, sehingga polisi di sana menjadi  aktor utama penanganan konflik sosial.

"Polisi sepenuhnya di bawah kendali pemerintahan sipil sehingga ditempatkan di bawah Kementerian Justice dan HAM (Kejaksaan Agung -red)," kata anggota Komis III DPR dari Fraksi PDIP Eva Kusuma Sundari dalam siaran pers di Jakarta, Rabu.

Eva mengemukakan hal tersebut terkait sebagai anggota Tim kunjungan kerja (Kunker) DPR ke Swedia untuk Pansus RUU Konflik Sosial (KS).

Pada Kamis (15/12) Tim akan menyerahkan laporan studi kepada Ketua Pansus Adang Darajatun. Laporan setebal 28 hal tersebut bukan saja berisi diskripsi kegiatan tetapi juga 5 rekomendasi untuk perbaikan draft RUU KS.

Menurut Eva, selama kunjungan empat hari di Swedia, tim ertemu dengan dua kementerian yaitu Wamen Integrasi dan Dubes HAM dari Kemenlu Swedia. Selain berdiskusi dengan segenap staf KBRI, Tim juga berdiskusi dengan tujuh pihak mewakili Parlemen yaitu. Wakil Ketua Parlemen, Komisi Justice dan HAM, Luar Negeri, Konstitusi, Kaukus Pro Minoritas, dan Direktur Research dari Kesekjenan Parlemen Swedia.  

Swedia, katanya, menekankan upaya maksimal pada pencegahan konflik dengan memastikan bahwa setiap warga negara terlindungi HAM mereka.

Selain seluruh produk hukum dan kebijakan Pemerintah Swedia harus mengintegrasikan perspektif HAM, maka penegakkan hukum yang netral dan independen menjadi faktor kunci.

"Wajar jika kemudian budaya hukum antidiskriminasi dan eksklusif menjadi dihayati menyeluruh di pemerintahan maupun masyarakat Swedia," katanya.

Berkaitan dengan draft RUU KS, DPR perlu mencantumkan asas-asa penting seperti kekeluargaan, gotong royong, toleransi, HAM, pro konsensus yang sebenarnya bagian integral budaya Indonesia.

"Peran Pemerintah Daerah dan Kepolisian harus menjda aktor utama penanganan konflik, sebelum peran pengadilan dalam upaya akhir," demikian Eva K Sundari.(*)

Pewarta: Ruslan Burhani
Editor: Ruslan Burhani
COPYRIGHT © ANTARA 2011