Boyolali  (ANTARA News) - Ribuan warga dari berbagai daerah berkumpul di Makam Ki Ageng Pantaran, di Candisari, Ampel, Kabupaten Boyolali, Jawa Tengah, Jumat, guna menggelar tradisi ritual "sadranan" atau "buka luwur" untuk memohon berkah.

Pengunjung dalam acara ritual tersebut bukan hanya dari Boyolali saja, melainkan juga dari luar daerah di antaranya, Kota Semarang, Solo, Salatiga, Grobogan, Klaten, dan Kabupaten Semarang.

Pengunjung yang datang tersebut tidak hanya mengikuti acara doa bersama, tetapi mereka juga rela berdesak-desakan memperebutkan takir nasi, janur, juga potongan kain bekas penutup makam. Mereka menganggap benda itu, dapat membawa berkah.

Menurut Winoto salah satu pengunjung asal Salatiga, kegiatan tersebut dilakukan setiap 25 Sura atau pada minggu ketiga, dan hal ini sudah tradisi untuk mencari berkah.

"Saya datang ke sini untuk berziarah ke petilasan Syeh Maulana Ibrahim Maghribi," kata Winoto.

Pitoyo (65) Tokoh masyarakat Candisari menjelaskan, mereka melakukan prosesi ritual di antaranya doa bersama memohon keselamatan dan kesejahteraan dari hasil bertani. Warga itu kemudian membagikan hasil bumi berupa kenduri kepada pengunjung di sekitar makam tersebut.

Menurut dia, ritual Buka Luwur dilakukan sejak zamannya nenek moyang. Zaman penyebaran Agama Islam di desa ini, yang dilakukan oleh Syeh Maulana Ibrahim Maghribi.

Beliau saat menyebarkan ajaran Agama Islam di wilayah ini, salah satunya dengan memberikan sebagian sedekah dari hasil bumi, sehingga warga sekitar melestarikan hingga sekarang.

Ia menjelaskan, ritual buka luwur ditandai dengan kirab 20 orang yang berpakaian kejawen. Mereka membawa kain mori putih dan payung mutha untuk diserahkan kepada juru kunci sebagai pengganti tutup batu tempat semedi Ki Ageng Pantaran.

Ritual dilanjutkan dengan tabur bunga, dan diakhiri dengan tahlilan dan Ngalab berkah.

Selain itu, warga juga membawa Tumpeng Rasulan yang merupakan simbol penghormatan kepada Nabi Muhammad SAW beserta keluarga dan para sahabatnya.

Sekretaris Daerah Boyolali Sri Ardiningsih dalam acara tersebut mengatakan, sebelumnya ritual yang diyakini membawa berkah hanya dilakukan oleh warga masyarakat desa setempat.

Namun, kata dia, hampir 10 tahun ini, kegiatan tersebut dikemas sedemikian rupa sehingga menjadi aset wisata di Kabupaten Boyolali.

"Sehingga, kegiatan itu, diharapkan mampu menarik para wisatawan berkunjung ke desa ini," katanya.
(B018)

Editor: Aditia Maruli Radja
COPYRIGHT © ANTARA 2011