Baghdad, (ANTARA News) - Militer AS di Irak berada di bawah wewenang pemerintah Irak sejak hari Kamis. Hal adalah untuk pertama kali sejak serbuan pimpinan AS tahun 2003.

Reuters melaporkan, pasukan AS yang berjumlah lebih dari 140.000 personel di Irak, telah beroperasi sejak 2003 di bawah resolusi Dewan Keamanan PBB yang berakhir tengah malam pada Malam Tahun Baru.

Mulai 1 Januari, tentara AS beroperasi di bawah wewenang pemerintah Irak, sesuai kesepakatan yang ditandatangani awal 2007 oleh Washington dan baghdad.

Persetujuan tersebut memberi tentara AS waktu tiga tahun untuk meninggalkan Irak, mencabut wewenang mereka untuk menahan orang Irak tanpa surat perintah dari Irak.
Kesepakatan itu juga menyebutkan bahwa kontraktor AS dan tentara AS, untuk beberapa kasus tertentu, patuh kepada hukum Irak. Persyaratan baru yang ketat mengenai kehadiran AS di Irak diperoleh oleh Perdana Menteri Nuri Al-Maliki.

Beberapa pejabat AS dan Irak Kamis pagi secara resmi menyerahkan wewenang atas Zona Hijau, kompleks yang dijaga ketat di baghdad.

"Peran pasukan koalisi (di Zona Hijau) akan menjadi sekunder, dengan pemusatan pada pelatihan brigade tentara Baghdad untuk menggunakan peralawan guna mendeteksi peledak dan memberi saran kepada pasukan Irak," kata Qassim Moussawi, jurubicara pasukan Irak di Baghdad. Pasukan Irak mengambil-alih wewenang atas pusat kekuasaan AS di Irak.

Meskipun tentara AS tetap berada di bawah komando AS, operasi militer AS akan disahkan mulai Kamis oleh satu komite gabungan Irak-AS. Di Baghdad, Iran juga berencana untuk mengakhiri kontrak terhadap keamanan swasta untuk menjaga Zona Hijau. Moussawi menyatakan kontrak itu akan diputus pada September 2009.    

                   Disambut dingin
Pasukan Irak mengambil-alih secara dramatis Irak yang berbeda dari Irak yang dilanda kekerasan antar-sekte pada 2006 dan 2007. Tetapi banyak orang Irak masih geram terhadap apa yang mereka pandang sebagai pendudukan militer.

Mereka memiliki kenangan pahit mengenai pelecehan seperti di Abu Ghraib, penjara tempat banyak gambar mengenai tentara AS sedang menyiksa dan melakukan penghinaan seksual terhadap tahanan pada 2004 menjadi berita utama di dunia.

Mereka juga haus akan layanan dasar, pekerjaan dan perdamaian yang langgeng. Majid Mola, seorang insinyur, menepis sebagai tidak berarti penyerahan itu, yang digembargemborkan oleh pemerintah Al-Maliki sebagai "kemenangan besar". "Mana layanan pemerintah? Mana pasokan listrik? Rakyat mengingin tindakan praktis," katanya.
 
Berdasarkan kesepakatan bilateral yang berlaku mulai tengah malam, pasukan tempur AS dijadwalkan mundur dari berbagai kota besar dan kecil Irak paling lambat pertengahan 2009 dan semua tentara harus meninggalkan negeri itu paling lambat akhir 2011.

Sebanyak 15.000 tahanan yang dipenjarakan di banyak kamp tahanan luas militer AS sekarang harus didakwa secara pidana berdasarkan hukum Irak atau, menurut persetujuan keamanan tersebut, secara bertahap dibebaskan.(*)
 
 
 
 

Pewarta: adit
Editor: Aditia Maruli Radja
COPYRIGHT © ANTARA 2009