Jakarta (ANTARA News) - Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) meminta pemerintah tidak menunda pencairan dana kewajiban layanan publik (public service obligation/PSO) Badan Usaha Milik Negara (BUMN) agar tidak mengganggu operasional perusahaan.

"Pemerintah seringkali menunda pencairan, sehingga perusahaan yang ditugasi pemerintah kalang kabut," kata Auditor Utama BPK, Ilya Avianti, saat menjadi pembicara pada seminar "Fokus Baru Pemeriksaaan BPK ke Depan", di Gedung Telkom, Jakarta, Jumat.

Menurut Ilya, PSO dan subsidi BUMN merupakan salah satu pokok pemeriksaan BPK terhadap BUMN pada 2012, selain laporan Kementerian BUMN, audit laporan BUMN, bagian laba BUMN, Rekening Investasi dan Subloan Agreement (RDI/SLA), dan Bantuan Pemerintah yang belum ditetapkan statusnya (BPYBDS).

Menurut Ilya, dua BUMN yang sering "berteriak" belum dibayarkan dana PSO-nya, yaitu PT Kereta Api Indonesia (KAI), dan PT Pelni. PSO untuk KAI dan Pelni diberikan dalam rangka pelayanan penumpang kelas ekonomi.

Menurut catatan BPK, empat BUMN mengusulkan dana PSO tahun 2012, yaitu PT KAI sebesar Rp770 miliar, PT Pelni Rp897,6 miliar, Perum LKBN ANTARA Rp84,79 miliar, dan PT Pos Indonesia Rp272,45 miliar.

Ilya menuturkan, meskipun BUMN tersebut sudah mendapat persetujuan memperoleh dana PSO namun umumnya baru dicairkan sekitar kuartal III setiap tahun.

"PSO KAI selalu terlambat dicairkan, biasanya kalau tidak September, ya Oktober," ujarnya.

Menurut Ilya, memperlambat pelunasan pembayaran PSO tidak dibenarkan karena perusahaan yang ditugasi membutuhkan dana tersebut untuk operasional.

"Jadi, pemerintah jangan seperti bercanda terus. Kalau memang sudah diputuskan memperoleh PSO, ya harus disegerakan. Kasihan BUMN-nya tidak dikasih duit, tapi disuruh bekerja terus," ujarnya.

Ditambahkan Ilya, keterlambatan pencairan PSO bisa menganggu aspek "good corporate governance" (GCG) sebuah perusahaan.
(T.R017/B012/A027)

Editor: Priyambodo RH
COPYRIGHT © ANTARA 2011