Washington DC (ANTARA News) - Pemerintah Indonesia siap melakukan perubahan besar-besaran atas Undang Undang Kewarganegaraan agar seusai dengan situasi saat ini. "Kami akan membuat suatu revolusi dalam UU kewarganegaraan kita," kata Menteri Hukum dan HAM, Hamid Awalluddin, saat berkunjung ke Washington DC, Selasa (Rabu WIB). Saat berdiskusi dengan masyarakat Indonesia di KBRI Washington DC, Hamid mengatakan bahwa banyak hal-hal yang ganjil dalam UU Kewarganegaraan yang berlaku sekarang. "UU tahun 1958 yang masih kita pakai ini dulunya dibuat dengan pendekatan keamanan semata," kata Hamid dalam acara yang dipandu Dubes RI untuk Washington DC, Sudjadnan Parnohadiningrat. Sekarang, tambahnya, cara berpikir untuk landasan hukum kewarganegaraan ini harus berubah, bukan hanya mempertimbangkan keamanan tapi juga fleksibilitas dan bisa memutar roda perekonomian. Dia mencontohkan saat ini seorang wanita Indonesia yang menikah dengan orang asing, maka ia dan anaknya ikut warga negara ayahnya. Kemudian jika mereka ingin memperpanjang visa Indonesia, mereka harus ke luar negeri dulu untuk memperpanjangnya agar dapat masuk lagi. Nantinya, kata Hamid, anak dari ayah yang warga asing itu bisa menjadi warga negara asing atau WNI sampai ia harus menentukan pilihannya sendiri pada usia 18 tahun. Perpanjangan visa nantinya bisa dilakukan di dalam negeri. "Demikian juga orang asing yang membawa investasi ke Indonesia, bisa kita kasih langsung sebagai permanent resident (penduduk tetap) untuk menarik mereka dalam menanam modalnya," katanya. Rencana Departemen Hukum dan HAM tersebut sudah dibicarakan dengan DPR. Revolusi lainnya dalam bidang keimigrasian adalah dalam pembuatan paspor. "Paspor kita sekarang banyak dipalsukan di mana-mana, bahkan ada orang yang punya empat atau lima paspor. Ini antara lain karena orang mudah dapat KTP," ujarnya. Kini sudah mulai diperkenalkan paspor dengan cara on-line dengan identitas dari sidik jari. "Dengan demikian sulit untuk dipalsukan lagi, dan orang yang punya identitas palsu bisa langsung ketahuan dan kita tangkap," ujarnya. Kebijakan imigrasi lainnya adalah memberi paspor kepada orang-orang Indonesia yang sudah puluhan tahun tinggal di Malaysia tanpa paspor. Ada 200.000 orang Indonesia yang tidak punya dokumen keimigrasian karena dokumennya hilang atau sebab lainnya. "Filosofi kewarganegaraan kita adalah tidak boleh ada orang yang stateless atau tanpa kewarganegaraan, oleh sebab itulah mereka kita beri paspor, tentunya tetap ada proses yang perlu dilalui," katanya. Kebijakan yang sama akan dilakukan kepada warga Indonesia yang berada di Arab Saudi. "Pekan ini saya juga akan ke Arab Saudi, karena saya dengar banyak juga warga kita yang tidak punya identitas, sehingga sulit untuk pulang ke Tanah Air," kata Hamid Awalluddin. Hamid Awalluddin datang ke Washington DC atas undangan Jaksa Agung AS, Alberto Gonzales. "Kami berbicara mengenai HAM dan soal keimigrasian. Ada keseriusan pemerintah AS untuk membentuk suatu working group dalam rangka perjanjian untuk saling membantu," katanya. (*)

COPYRIGHT © ANTARA 2006