Jakarta (ANTARA News) - Menteri Luar Negeri Marty Natalegawa menyatakan bahwa demokratisasi di Myanmar tidak bisa dipaksakan dan Indonesia akan melakukan pendekatan bertahap untuk membantu proses tersebut.

"Proses demokratisasi yang sedang terjadi di Myanmar tidak bisa dipaksakan, biarkan masalah ini bergulir dan kalau sudah waktunya, yaitu saat pemerintah Myanmar nyaman memasukkan peninjau dari luar untuk pemilu, kita sudah siap," kata Marty usai menyampaikan Pernyataan Pers Tahunan 2012 di Jakarta, Rabu.

Pada 28 Desember lalu, Menlu Marty bertemu dengan Menlu Myanmar U Wunna Maung Lwin dalam kerangka Komisi Gabungan Kerja Sama Bilateral (JCBC) ke-2 di Yangon. Dalam kunjungannya itu, Marty juga bertemu dengan tokoh demokrasi Myanmar Aung San Suu Kyi.

"Dalam pembicaraan saya dengan pemerintah Myanmar maupun Aung San Suu Kyi, saya yakin perubahan sedang terjadi di negara itu, namun di saat yang sama perubahan itu membutuhkan kerja sama semua pihak," ujar Marty.

Marty mengatakan bahwa demokratisasi di Myanmar dapat ditunjukkan dengan adanya persiapan untuk pemilu sela, pembebasan tahanan, termasuk tahanan politik, dan juga pembicaraan pemerintah Myanmar dengan berbagai kelompok etnis di negara tersebut.

"Pemilu yang ada di Myanmar nanti adalah pemilu sela jadi belum ada permintaan khusus dari Myanmar agar Indonesia membantu pemilu itu, tapi Indonesia bertekad untuk bekerja sama dalam peningkatan kapasitas institusi demokrasi di Myanmar," tambah Marty.

Ia mengatakan bahwa Kementerian Luar Negeri akan memfasilitasi pertemuan Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan Komnas HAM Indonesia dengan lembaga penyelenggara pemilu dan lembaga perlindungan HAM di Myanmar.

"Pemerintah akan memfasilitasi kerja sama KPU Indonesia dan Myanmar sehingga Indonesia bisa menjadi pengamat di sana, tapi harus setahap demi setahap karena tingkat kenyaman pembicaraan harus benar-benar dipelihara," jelas Marty.

Menlu juga menambahkan bahwa Indonesia akan berbagi pengalaman mengenai reformasi di tubuh militer Indonesia kepada Myanmar.

"Bagian sentral dari demokratisasi Indonesia adalah reformasi di tubuh Tentara Nasional Indonesia, jadi hal ini bisa menjadi minat Myanmar untuk melihat bahwa reformasi tubuh angkatan bersenjata merupakan bagian penting," kata Marty.

Di bawah pimpinan pensiunan jenderal Thein Sein yang memenangi pemilu pada 7 November 2010 dan menggantikan rezim junta militer, pemerintah Myanmar sudah melepaskan 6.300 orang tahanan, di antaranya 200 tahanan politik.

Suu Kyi, yang menjadi salah satu tahanan politik yang dibebaskan pada 13 November 2010, kembali mendaftarkan partainya, Liga Bangsa untuk Demokrasi sebagai partai politik sehingga membuka jalan baginya untuk ikut dalam pemilihan umum.

Indonesia juga mendukung Myanmar sebagai Ketua ASEAN pada 2014, satu tahun sebelum terbentuknya Komunitas ASEAN 2015.

(D017)

Editor: Suryanto
COPYRIGHT © ANTARA 2012