Kendari (ANTARA News) - Kuasa hukum PT Aneka Tambang (Antam) Tbk., Todung Mulya Lubis, mengatakan bahwa kegiatan eksekusi lahan milik kliennya yang dilakukan oleh Bupati Konawe Utara, Aswad Sulaeman, tidak berlandaskan hukum.

Todung Mulya Lubis dalam siaran persnya yang diterima oleh ANTARA Kendari dari Kantor Hukum Lubis, Santosa, dan Maulana (LSM), Selasa, menyayangkan tindakan Bupati Aswad Sulaeman yang memerintahkan pengosongan wilayah operasi pertambangan di Konawe Utara, Sulawesi Tenggara.

Perseroan Terbatas (PT) Antam, kata Todung Mulya Lubis, pada dasarnya menghormati Keputusan Mahkamah Agung Nomor:129/B/2011/PT.TUN.JKT tanggal 8 November 2011. Namun, dia menyayangkan putusan tersebut telah ditafsirkan secara salah. Atau, memang pihak Bupati Konut sengaja menyalahtafsirkan putusan itu agar PT DIPM dapat akses masuk dan melakukan aktivitas penambangan di tengah-tengah wilayah pertambangan Antam.

Menurut Todung, latar belakang dilakukan eksekusi yang tidak sesuai dengan isi putusan MA tersebut juga patut dipertanyakan. Putusan MA itu seolah-olah putusan yang berisi perintah bahwa PT Antamlah yang memerintahkan pengosongan wilayah pertambangannya di Konawe Utara.

Apa yang dilakukan oleh Bupati Konawe Utara, menurut dia, sama sekali tidak benar karena, pertama, Keputusan MA Nomor:129/B/2011/PT.TUN.JKT tidak berisi amar yang memerintahkan PT Antam untuk mengosongkan wilayah pertambangannya.

Kedua, PT Antam tidak pernah menjadi pihak yang berperkara dalam kasus yang diputus berdasarkan putusan MA itu.

Ketiga, sebaliknya justru pihak yang dikalahkan dalam perkara tersebut adalah Bupati Konawe Utara yang dihukum untuk mencabut SK Nomor: 4, 5,  dan 6, berupa SK-SK yang mencabut pemberian kuasa pertambangan pada PT DIPM.

Keempat, isi penetapan eksekusi yang dijadikan dasar Bupati Konawe Utara memerintahkan pengosongan lahan Antam ternyata tidak pernah berisi perintah pengosongan, tetapi hanya berisi perintah agar panitera PTUN menyampaikan salinan putusan MA tersebut.

"Jadi, sangat jelas bahwa tidak ada dasar hukum tindakan Bupati Konawe Utara yang saat ini hendak mengusir Antam dari wilayah pertambangannya," ujar Todung melalui siaran persnya itu.

Todung juga menambahkan, dengan terbitnya SK No.153 Tahun 2011 yang berisi mencabut SK No. 4,5, dan 6 membuktikan bahwa isi putusan MA itu sebenarnya sudah dilaksanakan. Akan tetapi, pelaksanaannya masih sarat rekayasa dan manipulasi yang merugikan PT Antam (Persero) Tbk. karena SK No.153/2011 isinya juga ternyata mengesahkan kuasa pertambangan PT DIPM yang telah kedaluwarsa.

"Saat ini, SK No.153 Tahun 2011 tersebut juga telah kami gugat ke PTUN Kendari. Kami percaya, gugatan kami sangat kuat," kata Todung.

Di lain pihak, Todung menyayangkan adanya intervensi dengan cara-cara yang menunjukkan arogansi kekuasaan pada saat proses hukum atas perkara itu sedang berjalan di PTUN Kendari.

Kuasa hukum PT Antam lainnya, Ahmad Irfan Arifin, menegaskan bahwa yang berwenang melakukan eksekusi adalah pengadilan. Dan, itu pun harus berdasarkan putusan yang memang berisi perintah untuk eksekusi.

"Jadi, tidak berdasar hukum bila Bupati Konawe Utara yang tidak mempunyai kewenangan soal eksekusi, terlebih lagi berposisi selaku pihak yang kalah/termohon, menjadi pihak yang secara vokal menyuarakan eksekusi riil terhadap PT Antam," ujarnya.

Irfan mengemukakan, apabila Bupati Konawe Utara memang berlaku adil selaku pejabat publik, pihaknya meminta yang bersangkutan untuk membacakan isi atau amar dari penetapan pengadilan yang menjadi dasar mengusir PT Antam dari Konawe Utara itu di hadapan publik.

Ia mengimbau semua pihak yang berwenang untuk bersikap netral dalam persoalan ini, terutama pihak kepolisian agar dapat bersikap imparsial dan tidak memihak, mengingat saat ini sedang ada proses hukum di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Kendari. (A056)

Editor: D.Dj. Kliwantoro
COPYRIGHT © ANTARA 2012