Solo (ANTARA News) - Politikus PDI Perjuangan, F.X. Hadi Rudyatmo, menyatakan bahwa Pemerintah sampai sekarang masih terus mendewakan impor barang sebagai penyelamat, dan terkesan membiarkan ketergantungan atas sumber pembiayaan APBN dari pinjaman luar negeri yang berdampak pada melunturnya ketahanan dan kemandirian sebagai suatu bangsa.

"Kita juga menyaksikan terjadi pengurangan sistematis subsidi untuk rakyat atas nama kepentingan publik. Pada saat bersamaan, pemborosan anggaran belanja aparatur negara terus berlangsung tanpa keberanian untuk melakukan koreksi," kata Ketua DPC PDI Perjuangan Kota Surakarta F.X. Hadi Rudyatmo (Rudy) pada upacara memperingati Hari Ulang Tahun (HUT) Ke-39 PDI Perjuangan di Solo, Selasa.

Rudy mengatakan sudah saatnya pemerintah menghentikan pameran keberhasilan indikasi makro ekonomi dan menggantikannya dengan gerakan ekonomi kerakyatan, yang bertumpu pada kekuatan rakyat, agar terjamin kebutuhan rakyat.

"Solo merupakan salah satu tolak ukur yang ingin mengajak bangsa ini agar jangan menjadi kuli di negerinya sendiri. Sebenarnya bangsa ini mampu untuk berbuat sesuatu yang lebih baik, tetapi hanya tinggal mau dan tidak," kata Rudy yang juga menjabat sebagai Wakil Wali Kota Surakarta.

Ia mengatakan untuk maju sebenarnya bangsa ini bisa baik mengenai sumber daya manusia (SDM) maupun kebutuhan lainnya sudah cukup tersedia.

"Sekarang ini yang dibutuhkan tinggal kemauan saja," ujarnya.

Masih menurut Rudy, pemerintah sering lupa akan adanya fakta sederhana bahwa tingkat pertumbuhan ekonomi yang mengagumkan secara statistik tidak berbanding lurus dengan peningkatan tingkat kesejahteraan rakyat. Justru pemerintah seharusnya mendengarkan jeritan rakyat atas kenaikan harga berbagai kebutuhan dasar, yang sudah melebihi daya beli rakyat.

"Tidak boleh terjadi lagi, rakyat kecil bunuh diri hanya karena tidak mampu menanggung beban hidup yang semakin berat sebagaimana telah terjadi di beberapa tempat seperti di Cirebon, Kebumen, dan beberapa daerah lainnya," katanya.

Editor: Ella Syafputri
COPYRIGHT © ANTARA 2012