Manado, (ANTARA News) - Deputi Menteri Negara Lingkungan Hidup, Bidang Komunikasi Lingkungan dan Pemberdayaan Masyarakat, Sudariyono, mengatakan degradasi hutan dan lahan di Indonesia saat ini sudah mencapai 43 juta hektar. "Kerusakan hutan dan lahan tersebut telah mengakibatkan bencana alam besar, dengan intensitas makin meningkat berupa banjir, tanah longsor dan kekeringan,"kata Sudariyono, dalam Dialog Nasional Lingkungan Pasca Bencana Alam di Sulawesi Utara (Sulut), Sabtu (4/3) di Manado. Degradasi hutan tersebut diantaranya disebabkan pembalakan kayu yang berlebihan oleh para pemegang HPH, kebakaran hutan, perambahan hutan dan perladangan berpindah, disamping belum mantapnya Tata Ruang Propinsi dan Kabupaten. Selain terjadi degradasi hutan, Sudariyono juga menyebut degradasi ekosistem pesisir dan lautan Indonesia berupa rusaknya hutan mengrove yang telah terjadi penyusutan kurang lebih 31 persen dari jumlah 4,29 juta hektar. Demikian juga terumbu karang 14 persen kondisi kritis, 46 persen alami kerusakan, 33 persen kondisi cukup bagus dan hanya 7 persen masih sangat bagus, katanya, dalam dialog yang diselenggarakan PWI Cabang Sulut bekerjasama Kementerian Lingkungan Hidup, Pemprop Sulut serta Harian Manado Post. Sudariyono mengatakan, terjadinya degradasi hutan dan lahan Indonesia, salah satunya disebabkan, baik pemerintah, dunia usaha dan masyarakat pada umumnya masih perlakukan lingkungan hidup sebagai barang bebas (free commodity). Lingkungan hidup belum dianggap sebagai komoditi dan aset ekonomi yang berfungsi dan kemampuannya perlu dilestarikan untuk keberlanjutan proses produksi, akibatnya pemanfaatan sumberdaya dan lingkungan tidak dilakukan secara bijaksana dan kurang memperhatikan kaidah-kaidah pelestarian fungsi lingkungan. Untuk mengatasi memburuknya kualitas lingkungan, tiga butir strategis dapat diterapkan, yaitu pertama, pengembangan mekanisme pelestarian lingkungan didaerah sejalan dengan proses otonomi daerah, kedua, peningkatan penataan ruang dan pemulihan kualitas ekosistem dan ketiga, pengembangan kelembagaan dan koordinasi yang kuat, kata Sudariyono. Usaha mendorong bangkitnya inisiatif daerah, dengan tiga komponen yakni masyarakat sadar lingkungan berdaya dalam peran serta pengambilan keputusan untuk kepentingan umum, Dewan Perwakilan Rakyat dan DPRD yang peka dan paham pada aspirasi masyarakat, serta pemerintah yang peka aspirasi dan mampu melaksanakan `good environmental governance`. Sementara itu, guna mendukung tugas Gubernur dalam asas dekonsentrasi penataan ruang, perlu dibentuk ditingkat propinsi suatu komisi daerah untuk harmonisasi tata ruang, sumberdaya alam dan penggunaan lahan dengan elemen meliputi, otorisasi, kapasitas, persepsi, keterkaitan, partisipasi publik dan kemitraan, akuntabilitas, transparansi, keadilan dan system feed-back. Dialog Nasional Lingkungan itu dibuka Gubernur Sulut, SH Sarundajang dengan pembicara selain Deputi KLH, juga pakar lingkungan dari Universitas Sam Ratulangi, DR Ir Linda Tondobala MSc dan Dr Ir John Tasirin MSc dengan moderator Kepala LKBN Antara Biro Manado, Drs. Jootje Kumajas.(*)

COPYRIGHT © ANTARA 2006