Jakarta (ANTARA News) - Partai Persatuan Pembangunan meminta agar larangan atau pun pengendalian minuman keras diatur dalam undang-undang untuk menghindari polemik.

"Mengingat sifat merugikan terhadap kesehatan, ketentraman, dan ketertiban masyarakat, serta dampaknya yang setara dengan narkoba dan obat-obatan psikotropika yang sudah ada UU 35/2009, semestinya pengendalian miras diatur dengan peraturan setingkat UU," kata Sekjen PPP M Romahurmuziy dalam siaran pers yang diterima ANTARA, Jumat.

Oleh karena itu ia menilai, evaluasi Mendagri terhadap Perda Miras dengan mendasarkan pada Keppres 3/1997 tidak tepat sebab saat ini pengendalian miras dicantolkan `hanya` pada Keppres 3/1997.

Sementara Keppres tersebut belum mendasarkan diri pada UU 32/2004, yang kemudian menjadi dasar pembagian kewenangan pusat dan daerah.

"Kalau itu sudah diundangkan, baru kemudian Mendagri dapat melakukan evaluasi perda larangan miras yang sudah diterbitkan. Masa sebuah surat Mendagri bisa memerintahkan penghentian pelaksanaan Perda," katanya.

Padahal, menurut UU no 12/2011 pasal 9 ayat (2), peraturan perundangan di bawah UU yang diduga bertentangan dengan UU pengujiannya dilakukan di MA.

Oleh karena itu, ia mengatakan PPP mendesak Mendagri mencabut surat-surat perintah penghentian pelaksanaan perda.

"Atau silahkan pemerintah daerah mempertahankan Perda karena surat Mendagri tidak memiliki kekuatan hukum mengikat," katanya.

Ia menambahkan, jangan sampai perintah penghentian perda ini memperkuat dugaan adanya persekongkolan dengan pabrikan miras kadar 0-5% (golongan A), yang sejak dulu berkeinginan dijual bebas.

Menurut dia, sikap dasar PPP jelas, bahwa Miras adalah barang haram yg tidak boleh dikonsumsi umat Islam. Namun mempertimbangkan kebhinneka-an bangsa, DPP PPP sudah menginstruksikan F-PPP DPR RI untuk memasukkan agenda RUU Pengendalian peredaran Miras ini menjadi Prolegnas 2012, dalam paripurna terdekat.

"Semoga dengan itu, polemik soal ini bisa diakhiri," katanya.

(M041/R007)

Editor: Suryanto
COPYRIGHT © ANTARA 2012