Kota Kinabalu,  (ANTARA News) - Banyak TKI ilegal di Sabah yang  mengurus "pemutihan" di KJRI Kota Kinabalu, mengganti identitas misalnya mengubah nama atau umur, demi kelanjutan kerja.

"Ada yang menggunakan nama Michael Ballack, nama artis Indonesia seperti Sahrul Gunawam atau Enny Beatris. Pokoknya yang dikenal majikan atau agensinya karena pergantian identitas itu umumnya atas kemauan majikan atau agensinya," kata pemangku Konjen Kota Kinabalu Rudhito Widagdo, di Kota Kinabalu, Kamis.

"Karena pertukaran nama mereka bisa berkali-kali dan bukan pilihan mereka sehingga ketika namanya dipanggil untuk terima paspor hingga beberapa kali ternyata orangnya tidak sadar sehingga menunggu sampai sore. Dia kemudian marah-marah karena tidak dipanggil-panggil setelah dicek fotonya ternyata dia sendiri lupa nama terakhirnya," kata Rudhito menceritakan pengalaman-pengalaman lucu yang terjadi akibat sebagian besar TKI menukarkan identitasnya.

Setelah ditanyakan kepada mereka, pergantian nama itu lebih banyak atas permintaan majikan dan agensi (pemasok tenaga kerja) agar catatan-catatan mereka di imigrasi Malaysia tidak terlacak.

"Kami mewajibkan TKI yang ingin ikut dalam pemutihan dan menerima paspor maka mereka dan majikannya harus menandatangani kontrak kerja yang sudah dimaterai, membayar levy, dan asuransi demi melindungi mereka. Setelah semua lengkap barulah kami wawancara untuk mengecek kebenaran mereka sebagai WNI. Barulah kami berikan paspor," kata pemangku KJRI Sabah itu.

Banyak juga TKI yang mengganti tanggal lahir dan umur agar kelihatan lebih mudah agar bisa terus bekerja di Sabah. Menurut peraturan imigrasi Malaysia, maksimal umur pekerja asing adalah 45 tahun. Oleh sebab itu, TKI yang sudah lama bekerja dan usianya lebih 45 tahun atau mendekati 45 tahun, biasanya mengganti umur.

Menurut Rudhito, sekitar 80 persen TKI yang ikut proses pemutihan tidak memiliki dokumen seperti KTP, paspor lama, ijasah sekolah, atau akta kelahiran. "Jika mereka mengaku tidak ada dokumen, kami menggertak mereka untuk pulang dan kembali lagi selama satu bulan ke depan."

Umumnya, mereka kembali lagi ke KJRI dalam hitungan menit atau datang lagi keesokan harinya dengan membawa dokumen baik itu KTP, ijasah, kartu keluarga dan dari situlah ketahuan bahwa identitas mereka berbeda.



Pemutihan

Sejak 19 November 2008 hingga Mei 2009, KJRI Kota Kinabalu melakukan pemutihan. Menurut catatan, imigrasi Malaysia ada sekitar 217.367 TKI ilegal di Sabah. Semula akan dilakukan operasi dan deportasi besar-besaran, tapi pemerintah Malaysia kemudian memilih melegalkan atau program pemutihan pekerja asing yang ilegal karena tenaganya memang diperlukan dan langkah pemutihan lebih efisien dan dapat membina hubungan baik dengan negara tetangga.

"Sulit untuk melakukan operasi dan deportasi besar-besaran TKI di Sabah karena 90 persen pekerja perkebunan kelapa sawit dan buruh pabriknya merupakan warga Indonesia. Sudah sangat tergantung sekali. Jika ratusan ribu TKI dideportasi langsung bisa ambruk ekonomi negara bagian Sabah," ujar Rudhito.

Di Sabah, ada sekitar 300.000 pekerja asing, sebagian besar dari Indonesia, sisanya Filipina. Pekerja asing ilegal dari Indonesia di Sabah mencapai 217.367 orang. Awalnya, politisi Malaysia memperkirakan ada sekitar 1,6 juta pekerja ilegal di negara bagian itu.

Setelah dilakukan pendaftaran ulang ternyata pekerja Indonesia yang ilegal hanya 217.367 orang. "Pemerintah Indonesia sudah menyiapkan 200.000 paspor baru bagi TKI ilegal di Sabah, tapi kami tidak mau hanya berikan paspor baru. Bagi TKI yang ingin mendapatkan paspor maka majikannya harus menandatangani kontrak kerja bermaterai, membayarkan levy, dan membayar asuransi demi perlindungan TKI. Setelah itu baru kami berikan paspor," ungkap Rudhito.

Namun hingga kini, baru ada sekitar 16.000 pekerja asing yang dibayarkan levy oleh majikannya. KJRI Kota Kinabalu sendiri baru mengeluarkan 1.267 paspor baru karena sudah dilengkapi kontrak kerja, pembayaran levy dan asuransi sejak program pemutihan 19 November 2008.

Pemerintah Malaysia sudah beberapa kali melakukan pemutihan terhadap pekerja asing ilegal sejak 1999. Pemerintah Indonesia biasanya hanya memberikan paspor hijau baru, tapi untuk kali ini KJRI Kota Kinabalu tidak mau hanya berikan paspor tanpa dilengkapi kontrak kerja, pembayaran levy, dan asuransi.(*)

Editor: Aditia Maruli Radja
COPYRIGHT © ANTARA 2009