Jakarta (ANTARA News) - Panglima TNI Marsekal Djoko Suyanto menegaskan bahwa insiden bentrokan antara oknum TNI dan Polri yang terjadi di Ambon pada Jumat (3/3) bukan bersifat institusional, namun lebih bersifat individual. "TNI berupaya agar insiden bentrokan itu tidak meluas menjadi perseteruan di tingkat institusional antara TNI dan Polri," katanya kepada ANTARA di Jakarta, Senin, usai menghadiri rapat kerja dengan Komisi I DPR RI bersama Menteri Pertahanan Juwono Sudarsono. Ia mengatakan bentrokan antara TNI-Polri selalu diawali dengan adanya kesalahpahaman antara kedua belah pihak dan bersifat individu namun hal itu tidak berarti bahwa bentrokan tersebut nantinya bisa menjadi perseteruan di tingkat institusi TNI dan Polri. Djoko menambahkan pembinaan prajurit, terutama yang berkaitan dengan penegakan disiplin terus dilakukan dan dimantapkan hingga ke tingkat paling bawah yang antara lain untuk mencegah agar tidak terjadi bentrokan baik antara sesama anggota TNI maupun antara anggota TNI dan Polri atau pihak lain. "Pembinaan itu dilakukan secara berjenjang sampai ke jajaran yang paling bawah, tidak berhenti pada tingkat Panglima TNI dan Kapolri saja," kata Panglima TNI. Sementara Menteri Pertahanan menilai kejadian bentrokan antara oknum TNI-Polri itu lebih disebabkan oleh masalah kesejahteraan aparat TNI dan Polri yang belum memadai. "Insiden Ambon adalah insiden yang sudah kerap terjadi sejak lama. Hal itu terjadi karena kesejahteraan aparat TNI dan Polri belum memadai. Di tingkat sosial ekonomi ada masalah kesejahteraan prajurit," katanya. Juwono menambahkan pada tingkat kesatuan yang bertanggungjawab atas masalah kesejahteraan dan pembinaan prajurit adalah Komandan Kesatuan sedangkan di tingkat personal yang bertanggungjawab adalah pribadi prajurit yang bersangkutan. "Apapun kebijakan dan perintah yang diturunkan Panglima TNI atau Kapolri kepada aparat di bawah, sepanjang kebutuhan dasarnya belum terpenuhi maka insiden Ambon akan terus terjadi dalam jangka waktu yang cukup lama," ujar Menteri Pertahanan. Untuk itu, ia melanjutkan, kesejahteraan aparat TNI dan Polri, utamanya yang bertugas di luar Jawa dan di daerah rawan konflik antar suku dan agama, perlu mendapat perhatian dari pemerintah. Menteri Pertahanan mengakui bahwa anggaran pemerintah untuk pertahanan masih terbatas. Pemerintah rata-rata hanya mampu memenuhi 50 persen kebutuhan anggaran minimum yang diajukan Departemen Pertahanan dan Mabes TNI-Polri dan hal itu menjadi kendala dalam upaya pemenuhan kesejahteraan prajurit secara layak. Hal itu merupakan kenyataan yang harus dihadapi secara bijaksana, kesejahteraan merupakan akar permasalahan utama dari bentrokan antara aparat TNI dan Polri yang sudah sering terjadi, tegas Juwono.(*)

Editor: Suryanto
COPYRIGHT © ANTARA 2006