Jakarta (ANTARA News) - Panitia Kerja (Panja) Rancangan Undang-Undang Penanganan Konflik Sosial (RUU PKS) siap membahas dan mendiskusikan  182 Daftar Isian Masalah (DIM) yang diusulkan dan dihapus oleh pemerintah.

"Pada rapat Panitia Khusus RUU Penanganan Konflik Sosial kemarin (Selasa, 24/1) pemerintah dan DPR RI sudah bersepakat dan mengesahkan 105 DIM dari 324 DIM yang ada," kata Ketua Panja RUU PKS, Eva Kusuma Sundari kepada ANTARA News, Jakarta, Rabu.

Selain itu, kata anggota DPR RI dari Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) tersebut, Pansus juga setuju agar segera memulai pembahasan atas 182 DIM yang diusulkan pemerintah untuk dihapuskan.

"Terhadap usulan pemerintah tersebut, semua fraksi menyatakan keberatan mengingat dalam 182 DIM tersebut justru memuat 8 kluster isu penting yang merupakan kekhususan dari draft RUU inisiatif DPR ini," mantan Wakil Ketua Pansus RUU PKS itu.

Delapan kluster masalah tersebut, lanjutnya adala berkaitan dengan asas UU, penetapan status keadaan konflik, perbantuan TNI, peran serta masyarakat, penghentian kekerasan fisik, tindakan darurat penyelamatan korban, kelembagaan dan pembiayaan.

"Bagi DPR RI, jika 8 kluster di atas dihapus maka kita dipaksa mengandalkan mekanisme saat ini yang terbukti tidak efektif dalam mencegah apalagi menghentikan konflik di masyarakat. DPR RI berharap pemerintah membuka diri terhadap konsep "progressive law, restorative justice" yang mendasari "strategy alternative dispute solutions" yang diakomodasi DPR ke dalam RUU PKS ini," kata Eva.

DPR RI, sambung Eva, juga berharap Kementerian Dalam Negeri menyertakan kementrian dan lembaga teknis seperti kantor Menko Kesra, Pemberdayaan Perempuan, Kementerian Sosial maupun Polri.

"Sehingga pengalaman lapangan mereka dapat memperkaya perspektif Tim Panja dari pemerintah. Selama pembahasan, Tim Panja tetap membuka diri terhadap masukan-masukan publik maupun pemantauan masyarakat karena Rapat Panja sifatnya terbuka," pungkas Eva.(Zul)

Pewarta: Zul Sikumbang
Editor: Ruslan Burhani
COPYRIGHT © ANTARA 2012