Jakarta (ANTARA News) - Mantan Kanit II Keuangan dan Perbankan Ekonomi Khusus Mabes Polri, Kombes Pol Drs Irman Santosa (54), terancam pidana penjara seumur hidup, karena menerima uang dalam penanganan perkara pencairan L/C fiktif Bank BNI Cabang Kebayoran Baru. "Perbuatan terdakwa Irman Santosa menerima sejumlah uang dari Achmad Sidik Mauladi (Dicky Iskandardinata), Adrian Woworuntu, Mohammad Arsjad maupun Jefri Baso merupakan hadiah, padahal diketahui atau patut diduga hadiah tersebut diberikan sebagai akibat atau disebabkan karena telah melakukan atau tidak melakukan sesuai dalam jabatannya yang bertentangan dengan kewajibannya sebagai penyidik," kata Jaksa Penuntut Umum (JPU) Djoko Widodo, di PN Jakarta Selatan, Rabu. Perbuatan tersebut diancam pidana pasal 12 huruf b UU nomor 20 tahun 2001 tentang perubahan UU Anti Korupsi, jo pasal 65 ayat I KUHP. Pasal 12 huruf (b) berbunyi dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat empat (4) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp 200 juta dan paling banyak Rp 1 miliar, pegawai negeri atau penyelenggara negara yang menerima hadiah, padahal diketahui atau patut diduga bahwa hadiah tersebut diberikan sebagai akibat atau disebabkan karena telah melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam jabatannya yang bertentangan dengan kewajibannya. Menurut Surat dakwaan JPU, selama penanganan perkara L/C Fiktif Bank BNI (20 Desember 2003 sampai 6 Maret 2004), terdakwa Irman Santosa secara berturut-turut menerima uang baik tunai dalam bentuk mata uang rupiah maupun dolar Amerika Serikat (AS), dan cek hingga mencapai jumlah Rp15,5 miliar. "Guna memperlancar proses pemeriksaan, Adrian di Bareskrim telah menyerahkan uang secara bertahap kepada terdakwa dan diterima sendiri oleh terdakwa di kantornya," kata JPU. Nama-nama Achmad Sidik Mauladi (Dicky Iskandardinata), Adrian Woworuntu, Mohammad Arsjad maupun Jefri Baso adalah orang-orang yang terlibat di dalam pencairan maupun penerimaan L/C Fiktif BRI Kebayoran yang merugikan keuangan negara Rp1,7 triliun. Dicky menyerahkan uang senilai 30.000 dolar AS kepada penyidik dengan persetujuan untuk mengubah daftar aset perusahaannya, yaitu PT Broccolin yang juga menerima aliran dana L/C fiktif. Selain itu, Dicky juga diminta oleh Adrian menyerahkan uang tunai 350.000 dolar AS kepada terdakwa Irman selaku penyidik supaya aliran dana PT Gramarindo Grup kepada PT Makna Agung senilai Rp24,5 miliar tidak diungkapkan oleh penyidik. Uang itu diserahkan oleh Dicky kepada Irman Santoso. Selain dakwaan Primer pasal 12 huruf (b) UU no 20 tahun 2001, Kombes Irman Santoso juga didakwa pasal subsider, yaitu pasal 11 UU no 20 tahun 2001. Terhadap dakwaan tersebut, Irman Santosa melalui pengacaranya, Heronimus Dani, menyatakan bahwa tidak dapat menerima dakwaan tersebut. "Dakwaan primer dan subsider harus batal demi hukum, karena tidak jelas, kabur dan tidak menjelaskan perbuatan materiil yang didakwakan," katanya. Selain itu, dia juga menilai, PN Jakarta Selatan tidak berwenang mengadili perkara tersebut. Majelis hakim yang diketuai Yohanes E. Binti menunda sidang hingga tanggal 15 Maret 2006 untuk mendengarkan tanggapan JPU atas eksepsi yang diajukan terdakwa yang disampaikan seusai pembacaan dakwaan. Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Rabu, menggelar sidang perdana mantan Kanit II Keuangan dan Perbankan Eksus Bareskrim Polri, Kombes Drs. Irman Santosa (54) dengan agenda pembacaan dakwaan. Sidang pembacaan dakwaan itu dibuka pada pada pukul 12.00 WIB oleh Ketua Majelis Hakim Johanes E. Binti. Surat dakwaan dibacakan oleh Koordinator Penuntut Umum Djoko Widodo. Terdakwa Irman didampingi tim kuasa hukumnya yang diketuai Hironimus Dani. (*)

Editor: Priyambodo RH
COPYRIGHT © ANTARA 2006