Samarinda (ANTARA) - Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur melalui aplikasi Sistem Informasi Online Perlindungan Perempuan dan Anak (Simfoni PPA), sepanjang tahun 2021 mencatat sebanyak 450 kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak.

"Jumlah ini merupakan data yang dilaporkan dan dicatat dalam aplikasi Simfoni PPA, sedangkan jumlah korbannya sebanyak 513 orang," ujar Kepala Dinas Kependudukan, Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DKP3A) Kaltim Noryani Sorayalita di Samarinda, Selasa.

Sementara di tahun 2022 berpotensi terjadi peningkatan kasus, karena sampai dengan 1 Juni 2022 telah dilaporkan sebanyak 316 kasus dengan korban sebanyak 335 kasus, yakni dengan komposisi korban perempuan dewasa sebanyak 55 persen dan korban anak sebanyak 45 persen.

Baca juga: Kemen PPPA gandeng Pemkab Manggarai selesaikan masalah perempuan-anak
Baca juga: Finalis Puteri Indonesia 2022 didorong advokasi isu perempuan dan anak

Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi penurunan atau kenaikan kasus yang dilaporkan ke Simfoni PPA, yakni tergantung pada sumber daya manusia pengelola data dan berdasarkan pada laporan masyarakat.

Jika penyebabnya berkaitan keaktifan petugas atau operator, maka perlu dilakukan peningkatan pengawasan, jika berkaitan dengan kuantitas, maka sedapat mungkin tidak memutasi pengelola data atau melakukan rekruitmen pegawai.

Namun jika berkaitan dengan kualitas, maka pengelola data perlu diberikan pelatihan keterampilan untuk meningkatkan kapasitas petugas.

Baca juga: Layanan UPTD PPA diperluas fasilitasi perempuan-anak korban kekerasan
Baca juga: KPPPA dukung Polda Sumut tuntaskan kekerasan perempuan dan anak

Sedangkan jika berdasarkan laporan masyarakat, itu berarti masih minimnya informasi berkaitan sarana dan mekanisme pelaporan, atau keengganan warga untuk melapor karena khawatir namanya tercemar atau mendapat ancaman dari pelaku tindak kekerasan.

Untuk itu, masyarakat perlu mendapatkan edukasi terkait pelaporan jika melihat atau mengalami kekerasan, agar ada efek jera bagi pelaku atau pihak lain supaya kasus serupa tidak terulang.

"Sedangkan dalam upaya meningkatkan kapasitas pengelola data, perlu dilakukan pelatihan agar dapat meningkatkan pengetahuan, termasuk dapat menyosialisasikan sistem pencatatan, mengevaluasi kinerja dan menginput data korban kekerasan perempuan dan anak," ujar Soraya.

Baca juga: Perempuan & anak korban kekerasan seksual alami dampak lebih besar

Pewarta: M.Ghofar
Editor: Budhi Santoso
COPYRIGHT © ANTARA 2022